Friday, March 4, 2011

Kami Dikejar pak Harto !!! Tolonggggggggggg

"13.19, mas", Kata Ulul saat kutanyai jam berapa sekarang.

"Adduh!", aku bergegas mengemasi tubuhku setelah basah-basahan di kamar mandi.

Seorang teman, Dini, menyapaku sesaat sebelum ia mendaki anak tangga pertama di lantai 1 GKB 1. Kukatakan padanya, Pak harto?. "Iya", Jawabnya, kami bergegas menuju lantai 6.

Yah, demikianlah kejadiannya, kami datang terlambat dan mendapatkan protes dari pak Harto, kukatakan pada Dini setelah perkuliahan usai, "sudahlah, dia memang bosan melihat kita mengikuti semua mata kuliahnya semester ini".

"Plis tek a sit", kata pak Harto setelah puas melihat wajah Dini memelas, aku tersenyum-senyum saja.

"Ada-ada saja Pak Harto", kataku dalam hati.

Tapi sebenarnya dia menyenangkan bagiku, dia salah satu dosen dengan 'karakteristik yang khas', susah kutemukan atau sebenarnya perbendaharaan dosen yang seperti ini masih sebatas pada Pak Harto. Dia terlalu serius mengejar mahasiswanya.

Sebenarnya pada saat pertama kali bersua dengan dosen ini, saya berfikir kalau tabiatnya yang banyak bertanya pada mahasiswa adalah untuk memancing mahasiswa yang pasif, saat itu, kelas yang kuikuti memang dipenuhi mahasiswa pasif. Pada semester ini, saya baru tahu, apalagi saya mengikuti dua mata kuliah yang dia empu. Sepertinya, Pak Harto meminang pacarnya di masa muda dengan bertanya.

Dia tidak membuat hujan pertanyaan, tapi dia membuat parasit pertanyaan yang kadang tidak bisa ditebak kemana akhirnya, sebenarnya bisa saja, jika kita tidak terperangkap pada body language-nya saat menyampaikan mata kuliah. Selain banyak bertanya, dia juga banyak gerak.

Dosen yang menyenangkan menurutku, memancing kami untuk ikut-ikutan mempertanyakan suatu kata-kata umum hingga sampai pada akar makna yang harrus dijelaskan oleh kata. Kami diajak untuk menjernihkan kekeruan "kebenaraan" dengan klarifikasi demi klarifikasi menggunakan modal tanda tanya.

Apa pentingnya pertanyaan?, bila mahasiswa berhadapan dengan pertanyaan seperti ini, dia akan berterus-terang, "Meningkatkan poin keaktifan dalam kelas", atau malah "Menghibur/merespon dosen". Saya termasuk pada dua jawaban di atas.

Tapi sesederhana itukah jawabannya?.

Saya teringat saran seorang teman, mulailah menulis dengan sebuah pertanyaan, dari pertanyaaan satu hingga pertanyaan selanjutnya. Kukatakan padanya, "maka tulisan kita tidak akan ada habisnya". Saya mengaplikasikannya, dan memang berhasil, saya banyak menulis dengan metode ini, sekaligus merefleksikan diri, karena mengawali proses menulis dengan pertanyaan, membuatku mewawancarai diriku sendiri, atau meminjam istilah Meutya Hafid, berbincang dengan diri sendiri.

  • Bertanya, berarti suatu proses atau keinginan untuk menemukan informasi baru/terbaru.
  • Bertanya, merupakan proses menguji lawan bicara agar kita mendapatkan petunjuk, "Orang ini bagusnya diapain yah?"
  • Bertanya, adalah satu-satunya jalan menuju kebenaran.
  • Bertanya, adalah tanda keraguan.
  • dan bertanya adalah, salah satu ciri dari pak Suharto.

So, bukan ilmu atau informasi soal pengetahuan baru yang dituliskan Pak Harto pada whiteboard yang bertahan di benakku. Melainkan stimulasi bertanya, saya akhirnya ikut-ikutan banyak bertanya. nanti jika di akhir perkuliahaan, lembar soal ujian yang dipenuhi pertanyaan itu, akan kujawab dengan pertanyaan-pertanyaan. Kan akan jadi lucu akhirnya! namun begitulah, apa gunanya Universitas tanpa pertanyaan?.

Sayangnya, kecenderungan untuk mempertanyakan sesuatu ciut di hadapan pertanyaan, "Kamu berani bertanya tidak?".

0 komentar:

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger