Sunday, December 27, 2009

Pengaruh Teori Kritis dalam Ilmu Komunikasi


Pertama-tama yang akan disrt adalah pengaruh teori kritis. Masuknya tradisi kritis dalam studi ilmu komunikasi menjanjikan bahwa komunikasi bisa menjadi tantangan refletif terhadap wacana tak adil (unjust discourse) (Griffin 2003: 30) yang berkembang dalam tindak kmunikasi masyarakat, munculnya tradisi kritis ini tidak bisa dipisahkan dari mazhab Frankfrut yang muncul pada 1930an, bersamaan dengan pertumbuhan pesat radio sebagai media komunikasi. Mazhab Frankfrut telah menghasilkan banyak karya berpengaruh dari para anggota institute for sozialfoschung (institute peneliti social) yang didirikan di Frankfurt, Jerman, pada 1923, sebagai pusat kajian marxis yang berafiliasi kepada universitas terkemuka di jerman. Di bawah pimpinan direktur pertamanya, Carl Grunberg, lembaga ini aktif mengadakan kajian empiris, historis dan yang berorientasi pada pemecahan masalah gerakan kelas buruh Eropa.
Kepemimpinan intelektual Mazhab Frankfurt muncul dari Max Horkheimer, Herbert Mercuse, dan Theodor Adorno. Ide-ide para pemikir kritis Jerman ini menjadi lebih berpengaruh di amerika saat cengkraman Nazi telah mendesak orang Yahudi seperti Hokheimer dan yang lainnya untuk hengkang dari Eropa. Merasa aman di luar, para sarjana ini melontarkan kritik yang sungguh-sungguh terhadap budaya rakyat jerman yang diprpagandakan oleh Nazi.

Horkheimer, misalnya, nantinya berafiliasi dengan lembaga penelitian social yang baru di New York. Sementara Adorno bergabung dengan para ilmuan social Amerikauntuk proyek-proyek tentang sikap otoritarian di kalangan orang Amerika (Blaney & Wolfe, 2004).
Selama perang dunia II, institut tersebut mengurangi kegiatannya. Ketika Hitler tampil ke panggung kekuasaan di Jerman, ia memaksa sejumlah intelektual Mazhab Frankfurt melarikan diri ke pengasingan, pertama ke Swiss, kemudian ke AS. Adorno dan Horkheimer terpaksa ke California, sementara Lowenthal, Marcuse, Neumann, dan tkoh-tokoh lainnya bergabung dalam memerangi fasisme. Adrno dan Horkheimer sempat membuat buku Dialectics of enlightenment (1947), yang memuat kritik tersirat marxisme terhadap fasisme dan kapitalisme konsumen. Mereka berupaya menjelaskan bagaimana rasionalitas barat berfungsi sebagai instrumen dominasi dan bagaimana ‘penceraha’ itu justru membawa dampak sebaliknya berupa pemelaratan dan penindasan.
Seusai perang dunia II, Adorno, Horkheimer dan Pollock kembali ke Jerman untuk membangun kembali institut mereka di Frankfurt, sementara Lowenthal, Mercuse, dan tokoh lainnya bermukin di AS. Sekembalinya di Jerman, Adrno, Horkheimer, dan rekan-rekannya menerbitkan serangkaian karya penting, dan memainkan pengaruh yang besar diantara intelektual Jerman. Para penganut aliran Frankfurt di bawah Adorno dan Horkheimer lambat laun menyerang pemikiran marxisme ortodoks, dan sebaliknya mereka pun dituduh telah menyempal dari pokok-pokok marxisme leninisme atau marxisme ilmiah.
Mazhab Frankfurt selanjutnya dikenal dikenal dengan teori-teorinya tentang ‘masyarakat yang teradministrasi secara total’ atau ‘masyarakatsatu dimensi’, yang pada intinya merupakan teori yang berupaya menjelaskan meningkatnya kekuatan kapitalisme atas berbagai aspek kehidupan social dan berkembangnya bentuk-bentuk baru control sosial. Namun, pada era 1950-an, pendapat dan rumusan para pemikir mazhab Frankfurt mulai saling berbeda. Teori-teori yang dikemukakan Fromm, Lowenthal, Mercuse dan lainnya yang tidak kembali ke Jerman seusai perang dunia II kian berbeda jika dibandingkan dengan teori atau pemikiran Adorno dan Horkheimer. Jadi, menurut Keliner (1996), adalah keliru jika menganggap bahwa mazhab Frankfurt merupakan sustu pemikiran yang tunggal dan seragam. Pada 1930an hingga awal 1940an, mazhab Frankfurt memang bisa dibilang mewakili suatu kumpulan teori social antar disiplin yang seragam, namun pada tahun 1950an dan 1960an istilah tersebut sesungguhnya hanya bisa diterapkan oleh karya-karya institut penelitian social Jerman.
Salah seorang tokh pemikir Mazhab Frankfurt yang tidak mungkin diabaikan adalah Juergen Habermas. Habermas dipandang sebagai tokoh yang paling banyak berkarya dan paling berpengaruh dalam generasi ke dua mazhab Frankfurt. Dia tidak hanya melanjutkan tradisi gurunya, Adorno dan Horkheimer,  serta rekannya, Mercuse, melainkan juga secara signifikan memisahkan diri dari teori klasik yang dianggap sebagai seorang pemikir yang memberikan sumbangan yang besar pada filsafat dan teri social. Gagasan-gagasannya tentang tindak dan rasionalisasi komunikatif serta ruang publik telah memperkaya analisis teori sosial secara mutakhir dalam menjelaskan fenomena budaya dan politik masyarakat kontemporer.
Dalam pandangan Kellner (1995&1997), mazhab Frankfurt  meretas studi komunikasi kritis pada 1930an, antara lain dengan mengkombinasikan ekonomi politik media, analisis budaya atas teks, dan studi resepsi khalayak atas efek sosial dan ideologis komunikasi dan budaya massa. Pera teoritisi kritis menganalisis semua artefak budaya massa dalam kontek produksi industrial, yang di dalamnya komoditas industri budaya yang dipandang menampakkan cirri-ciri yang sama seperti halnya produk-produk produksi massa lainnya: komodifikasi, standardisasi, dan masifikasi. Produk-produk industri budaya ini dipandang memiliki fungsi spesifik yang menjadi legitimasi ideologis dari masyarakat kapitalis yang ada dan mengintegrasikan para individu ke dalam kerangka masyarakat massa dan budaya massa.
Teri sosial kritis tentang industri budaya dan kritik budaya massa yang diperkenalkan oleh mazhab Frankfurt, dipandang sebagai teori pertama yang secara sistematik menganalisis dan mengkritik budaya yang dimediakan secara massa dan komunikasi massa di dalam teori sosial kritis. Para pemikir mazhab Franfurt juga merupakan teoritisi sosial pertama yang memandang pentingnya apa yang mereka sebut ‘industri budaya’ dalam reproduksi masyarakat kontemporer, yang di dalamnya apa yang dikenal sebagai budaya massa dan komunikasi massa berada di pusat aktifitas waktu luang, yang menjadi agen sosialisasi yang penting, mediator realitas politik, dan dengan demikian harus dipandang sebagai institusi utama masyarakat kontemporer dengan berbagai efek sosial, budaya, politik, dan ekonomi.
Beberapa contoh penerapan teori kritis ternyata kemudian cukup memberikan pengaruh bagi pendekatan kritis dalam studi komunikasi. Sebut saja, misalnya, analisis Theodor Adorno atas musik pop, studi Leo Lowenthal atas majalah popular dan sastra popular, studi Herzog atas opera sabun radio, serta perspektif dan kritik budaya massa yang dikembangkan dalam studi Horkheimer dan Adorno yang terkenal tentang industri budaya menyuguhkan banyak contoh manfaat pendekatan mazhab Franfurt.
Dalam perkembangannya, penerapan berbagai varian pendekata teori kritis ini menjadi sangat terkemuka dalam teori komunikasi dan khususnya dalam penelitian media. Penelitian analisis kritis ini misalnya , memiliki pengaruh kuat pada kritik media yang dilakukan AS dan juga telah berkembang secara independen sebagai jalur penelitian yang penting di Eropa, Amerika Latin, dan beberapa Negara yang lain. Kalau kita melihat Indonesia, isu penelitian kritis ini baru merambah dunia akademis dan studi komunikasi di universitas-universitas di Indonesia sekitar awal 1990an, sekalipun masih pada posisi marjinal dan secara sporadis.
Perkembangan ini diantaranya didorong oleh kembalinya sejumlah sarjana Indonesia yang menuntut ilmu di beberapa universitas di eropa dan juga di Amerika serta Australia yang membawa ‘sipit kritis’ ini ke dunia akademis di Indonesia, yang sejak  1990an, tampaknya mulai membuka diri terhadap pendekatan-pendekatan alternative. Tak bisa diabaikan pula, penerbitan dan penyebaran buku-buku kritis yang sekalipun sepi perdebatan juga ikut member andil bagi ‘globalisasi’ spirit teori kritis itu hingga ke bilik-bilik kamar sebagian mahasiswa dan dosen atau ruang-ruang kuliah universitas di Indonesia yang sekian lama dikungkung oleh kerangkeng paradigma dominan ilmu sosial.

Lihat: pengantar Idi Subandy Ibrahim dalam Critical Communication Studies. Hanno Hardt.

2 komentar:

Daniel Azhari said...

Berkunjung.... numpang baca2 artikelnya sambil bersilaturahmi dengan sobat bloggerrr,web/blognya oke banget :) Tukeran link yuk.. :)

Cheng Prudjung said...

oke.. tengkiu kunjungannya..

>> Imtihan; Menulis kok ribet mas? hehehe

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger