Friday, January 15, 2010

Tiga Paradigma Analisis Wacana

Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam banyak disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Dalam studi linguistic, wacana menunjuk suatu kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimita, baik disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi yang menghubungkan proporsi satu dan yang lain, kaliat satu dengan yang lain, membentuk satu kesatuan. Kesatuan bahasa itu bisa panjang, bisa pendek. Sebagaai sebuah teks, wacana bukan urutan kalimat yang tidak memmpunyai ikatan sesamanya, bukan kaliamat yang dideretkan begitu saja.

Analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa/pemakaian bahasa. Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang analisis wacana, kita perlu bertanya Bagaimana bahasa dipandang dalam analisis wacana?.

Dalam hal ini, A.S Hikam menyampaiakan adanya tiga paradigma analisis yang digunakan untuk melihat bahasa. Ketiga paradigma analisis wacana ini yang akan mendapatkan porsi banyak untuk di jelaskan dalam tulisan ini selanjutnya.

Pandangan pertama diwakili oleh kaum Positivisme – Empiris. Penganut aliran ini melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek yang ada di luar dirinya. Pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendala aatau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang logis, sintaksis, dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu cirri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara ide/pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah oranng tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan seemantik. Oleh karena itu, kebenaran sintaksis (tata bahasa) adalah bidang utama dari aliran positivisme tentang wacana.

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, titik perhatian utama aliran positivisme didasarkan pada benar tidaknya bahasa itu secara gramatikal. Istilah yang sering disebut adalah kohesi dan koherensi. Wacana yang baik selalu mengandung kohesi dan koherensi di dalamnya. Kohesi merupakan keserasian hubungan antar unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koherensi merupakan kepaduan wacana sehingga membawa ide tertenti yang dipahami oleh khalayak.

Pandangan kedua dalam analisis wacana adalah Konstruktivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan positivisme/empirisme dalam analisis wacana yang memisahkan subyek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap bahwa subjek adalah aktor utama atau faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya.

Dalah hal ini, mengutip A.S Hikam yang mengatakan bahwa, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa yang dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan dalam pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya dalah penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jatidiri dari sang pembicara.

Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis yang membongkar makna dan maksud-maksud tertentu. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek yang memngemukakan suatu pernyataan.pengungkapan itu dilakukan diantaranya dengan menempatkan diri pada posisi sang pembicara dengan penafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicara.

Pandangan ketiga disebut pandangan kritis. Pandangan ingin mengoreksi pandangan pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi ssecara historis maupun secara institusional. Seperti ditulis A.S Hikam, pandanga konstruktivisme masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inhern dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenissubjek tertentu berikut perilaku-perilakunya.hal inilah yang melahirkan paradigm kritis.

Ananlisis wacna tidak dipusatkan pada kebenara atau ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada pandangan konsktuktivisme. Analisis wacana dalam paradigm kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikiran-pikirannya, karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial yang adal dalam masyarakat. Bahasa disini tidak dipahami ssebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara.

Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, temaa-tema tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu, analisis wacana digunakan untuk membongkar kuasa yang ada dalam setuap proses bahasa seperti, batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, toppik apa yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai perspektif kritis, (paradigma) analisis wacana yang ketiga ini sering juga disebut Critical Discourse Analysis/CDA).


Dari; Analisis Wacana; Pengantar Analisis teks Media (cetakan VII 2009) - Eriyanto

0 komentar:

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger