Jurnalistik tidak lepas (atau memiliki hubungn yang sangat erat) dari teori probabilitas (peluang/kemungkinan) yang dikenal luas dalam statistika – salah satu anak cabang matematika. Teori ini bertujuan mendapatkan data seakurat mungkin agar diketahui jarak pasti dari kondisi ideal.
Kebenaran dalam dunia jurnalisme adalah kunci, namun sebagaimana diketahui bahwa kebenaran terkadang bias. Kebenaran sebagai satu nilai inti dalam jurnalisme dihadapkan dengan berbagai kepentingan atau persinggungan ideologi, dimana kebenaran berita diterima jika berita tersebut mengusung semanat kebenaran yang sama dengan pembaca, suatu berita yang secara umum diterima kebenarannya juga belum tentu diterima oleh beberapa orang.
Terkait masalah penyajian berita yang benar, jurnalisik membutuhkan metode pencarian berita yang dapat mengindarkan “kuli tinta” dari kesalahan informasi dari sumber berita. Salah satu metode yang dikaitkan dengan matematika adalah teori probabilitas.
Selanjutnya mari kita simak bagaimana cara kerja teori probabilitas ini, selanjutnya kita akan mengaitkannya dengan metode reportase dalam kerja jurnalistik. Dalam teori probabilitas disebutkan nilai probabilitas (peluang) adalah jumlah peluang yang tersedia dibagi jumlah yang memperebutkan. Secara matematis rumusnya sbb:
p = x / n
(dengan p nilai probabilitas, x jumlah peluang yang tersedia, n jumlah yang memperebutkan peluang)
Sebagai ilustasi adalah peluang mendapatkan kesempatan untuk menjadi mahasiswa di Unmuh Malang dalam tes Penerimahaan Mahasiswa Baru (PMB). Misalnya ada 1000 peserta tes PMB dan kuota yang tersedia hanya 200 kursi yang diperebutkan, maka peluang tiap peserta adalah 200/1000 atau 1/50. Dengan kata lain, agar bisa diterima menjadi mahasiswa di Unmuh Malang, tiap peserta harus bisa menyisihkan 49 saingannya.
Jika probabilitas ini kita kaitkan dengan kerja jurnalis dalam membuat berita maka dapat dicontohkan, semisal kita mewawancarai tokoh A. Jumlah kemungkinan jawaban yang diberikan hanyalah dua yaitu benar atau salah. Artinya peluang mendapatkan informasi benar adalah ½. Begitupun peluang mendapat informasi salah adalah ½. Dari tiap pertanyaan yang diajukan pun peluang mendapat informasi benar adalah ½. Misalkan ada 10 pertanyaan yang diajukan, maka peluang mendapatkan informasi yang benar adalah 5/10 atau ½. Artinya ada peluang 5 jawaban yang diajukan tokoh A adalah benar dan 5 jawaban yang lain salah.
Narasumber
Teori probabilitas di atas diterapkan demi mendapatkan fakta dari narasumber berita. Disini, kita dapat mengasumsikan bahwa narasumber berita kita memiliki suatu kepentingan tertentu, seperti keinginan untuk mengunggulkan suatu golongan, motifasi untuk menutupi suatu informasi, ada yang ingin dipuji, ada yang berusaha menyerang pihak lain, dan lain sebagainya.
Dari asumsi tersebut, si Jurnalis diharapkan untuk berhati hati dalam menentukan narasumber. Kenapa hal ini diperlukan? Tentu hal ini diperlukan karena si Jurnalis sejak pertama kali datang di TKP juga memiliki modal pemahaman yang bias terhadap suatu peristiwa. Penyebabnya karena memiliki keyakinan politik berbeda, latar belakang budaya dan pendidikan, interes pribadi, kebijakan media tempatnya bernaung, tekanan pihak lain, atau ketidaktahuan terhadap suatu masalah.
Kunci untuk mendapatkan informasi yang benar sebagaimana yang disampaikan di blog sebelah, bahwa si Jurnalis harus melakukan kroscek atau check and recheck atas berita tersebut, yaitu melakukan pemeriksaan ulang terhadap informasi yang didapatkan dari narasumber, seperti mengunjungi dan mengamati secara langsung daerah TKP. Selain itu, jurnalis juga diharapkan untuk tidak menggunakan narasumber tunggal dalam menyajikan suatu berita.
Cover Both Story/Side
Teknik lain yang dipakai adalah cover both story (liputan dari dua sisi). Biasanya teknik ini dipakai untuk reportase terhadap konflik antara dua pihak. Kedua pihak harus diwawancarai dan disajikan dalam reportase yang berimbang. Lagi-lagi bertujuan agar mendapatkan data seakurat mungkin yaitu memperkecil peluang timbulnya informasi yang keliru. Namun teknik ini pun belum cukup karena terkesan menyuguhkan konflik semata. Pihak ketiga yang netral layak menjadi narasumber untuk menilai konflik yang terjadi dan tentu saja mengurangi terjadinya bias.
Tuesday, October 19, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)