Wednesday, December 8, 2010

Anging Mammiri di atas Puspa Indah

Perjalanan dari Malang menuju Jogja telah dimulai sejak 30 menit yang lalu. Bus Puspa Indah yang akan mengantar hingga Jombang dan transit untuk menumpang bus menuju Jogja, meliuk meninggalkan kabupaten Batu, masuk ke daerah Malang lagi dan Kediri, setelahnya Jombang. Duduk menyendiri di sebelah jendela bagian kanan membuatku tak bisa melakukan apa-apa. Sendiri saja.

Akhirnya inisiatif untuk mendengarkan musik dari MP4, terlintas di benakku, hingga kontan kukeluarkan MP4 tersebut dan kupasang headsetku. Kuputar lagu Anging Mamiri. Liukan jalan terasa menyenangkan kala itu, beban perasaan menuju Jogja menghindar jauh diusir oleh Lantunan Maharani dengan tembang Anging Mamiri-nya, sebuah istilah untuk Kota kelahiranku. Anging Mamiri.

Selir-selir angin menguasai ekspresiku, masuk pada memori kampung halaman di tengah perjalanan menuju kota yang jauh dari sana, dari sebuah kota yang semarak dengan daerah pegunungannya. Berdesirlah angin-angin kesegaran daerah Batu. Di kampungku, Batu sepadan dengan Malino. Jalur yang meliuk, jurang dan pohon pinus. Secara umum, Batu yang popular dengan hasil perkebunan berupa Apel takkan membuatku lupa bahwa Malino selalu memberikanku kerinduan dengan Markisanya.

Perjalanan ini sebenarnya biasa-biasa saja. Aku melihat hal-hal yang telah beberapa kali kuperhatikan setiap perjalanan menuju Jogja dengan menggunakan rute Jombang sebagai tempat transit. Bus Puspa indah juga belum berubah, termasuk suasana di dalamnya. Di pagi dan sore hari dia dipadati pedagang dan anak sekolahan. Dan siang ini, mayoritas penumpang adalah para pekerja kasar yang sedang menjalankan aktifitas mereka. Sepi.

Namun dendang Anging Mamiri menjadikan suasana bus berbeda, seperti iklan-iklan komersil di TV tentang minuman penyegar atau yang lainnya, bus Puspa Indah yang membosankan akhirnya terasa semarak, walaupun untuk diriku sendiri yang duduk sendiri.

Anging Mamiri memaksaku rindu pada matahari terbenam dan pisang epe di pantai Losari, membuatku rindu pada Coto Makassar dengan sedikit jeruk nipis. Ahh, sedikit-sedikit memori ini tidak sekadar mengantar kebahagiaan semata, tapi juga siksaan ingin menikmati segala hal yang berbau kampung halaman. Makassar.

2 komentar:

Anonymous said...

mantap prolog nya bro..ending jg dah kena. yg ringan2 tp informatif mmg mudah di cerna krn klo yg berat sy nda trlalu bisa hehe..makassar,malang,jogja,semuanya jelas indah krn msh indonesia.

Nur Indah Sari Akil said...

luar biasa, tiba-tiba aku under estimate dgn diri sendiri. Blog yg sangat berkarakter

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger