Tuesday, September 27, 2011

Kwitansi Kosong KKN PPM - DPPM Unmuh Malang

Ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu kawan. Sesuatu yang biasa namun sangat penting, telah terjadi berulang kali, dan bagiku ini sudah basi, aku sudah terbiasa menerima uang setelah menandatangani cek, kwitansi atau lembar pengesahan tanpa tahu berapa nominal sebenarnya yang harus aku terima. Namun, yang basi tak selalu harus dibuang, sesekali dia perlu diceritakan, agar kalian tahu bahwa aku hamper kebal dengan hal-hal basi.

Hari Jumat sore nanti aku akan kembali berangkat ke Ngantang dalam hal KKN (Kuliah Kerja Nyata) untuk minggu ketiga. KKN yang kujalani kali ini berbeda dengan KKN Reguler yang banyak diikuti oleh mahasiswa di Unmuh. Perbedaan yang mencolok, adalah jadwal pelaksanaanya bukan di masa liburan semester, dan pelaksanaanya pun disesuaikan. Misalnya KKN Program Pemberdayaan Masyarakat yang kuikuti ini, dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan dengan jumlah hari sebanyak 30 hari. Kami diwajibkan hadir di lokasi KKN 3 hari di setiap akhir pecan hingga jumlah kehadiran kami di lokasi KKN mencapai 30 hari.

Jumat sore nanti adalah minggu ketigaku, di minggu pertama aku dan beberapa teman harus bermukim di lokasi KKN selama seminggu, hal ini karena minggu pertama kami belum mulai kuliah.

Hal yang ingin kuceritakan adalah apa yang menurutku agak ganjil, pada pembekalan pra KKN, saya mendapatkan informasi bahwa KKN PPM yang berorientasi pada masalah peternakan dan lingkungan hidup, tidak dipungut biaya program. Kami atau para mahasiswa yang mengikuti KKN PPM ini, hanya membayar Rp 325.000 sebagai biaya registrasi KKN yang memang wajib bagi setiap peserta KKN baik program khusus maupun regular. Perasaanku sangat gembira!

Namun, rupanya tidak sepenuhnya betul demikian. Hingga saat ini, saya kurang paham apakah biaya akomodasi dan transportasi kami ditanggung oleh DPPM Unmuh Malang atau tim pelaksana KKN PPM ataukah kami tanggung sendiri, toh setahu saya kami hanya akan membayar biasa registrasi peserta KKN saja.

Setiap peserta akan diberikan dana Rp 200.000, ini digunakan untuk keperluan pribadi di lapangn. Karena di lapangan kami membutuhkan dana untuk konsumsi dan akomodasi, maka uang itu digunakan untuk akomodasi plus transportasi, karena tiap akhir pecan, kami harus kesana (dan kembali) sendiri-sendiri, tak ada jasa transportasi yang khusus disediakan pihak DPPM untuk kami.

Aku pun bahagia, mendapatkan dana Rp 200.000 untuk kepentingan akomodasi dan konsumsi disana. Namun ternyata itu tidak cukup. Para peserta yang dibagi dalam 5 kelompok yang tersebar ke 3 desa, harus membayar antar Rp. 15.000 – 20.000 per hari sebagai biaya konsumsi dan akomodasi. Silahkan dihitung sendiri, berapa banyak yang harus kami bayar selama 30 hari?.


Kwitansi itu kosong, pak!
Minggu kemarin, tepatnya hari minggu siang, kami dibagikan uang dari tim pelaksana KKN PPM, tentu saja kami gembira, uang Rp 200.000 akan kami nikmati, namun (sekali lagi) uang yang kami terima hanya Rp. 100.000, aku yang mengetahuinya dari temanku yang baru saja menerimanya, saat itu saya masih antri menunggu giliran, dan pikirku mungkin minggu depan mereka akan memberika lebih, toh mereka sudah mengetahui berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk urusan akomodasi dan konsumsi, bahkan transportasi yang sangat tidak jelas mekanismenya.

Ternyata, ada hal yang janggal, sangat janggal. Saat menerima uang itu, setiap mahasiswa harus menandatangani cek kosong, tanpa ada bubuhan nominal berapa jumlah yang kami terima sebenarnya. Seorang teman mencelah, bisa saja mereka menuliskan nominal Rp 500.000 untuk setiap orang di kwitansi yang kami tandatangani tersebut.

Parahnya lagi, ada dua kwitansi yang harus kami tandatangani, kedua-duanya adalah kwitansi kosong. Alamakkk.


Akan tetapi, marilah kita sedikit berfikiran positif kepada tim pelaksana KKN PPM ini, mungkin saja dengan menulis nominal uang yang kami terima memakan terlalu banyak waktu, sehingga untuk efisiensi waktu, kami tinggal tandatangan dan menerima uangnya saja. Selesai.

Atau mungkin ada alasan lain, mereka membeli buku kwitansi tersebut dalam perjalanan dari kampus menuju lokasi KKN kami, sehingga ketika mereka sampai dirumah warga dimana uang itu dibagikan, mereka baru membuka buku itu. Karena waktu dzuhur menjelang, mereka bergegas membagikan uang kepada kami dengan terburu-buru karena masih ada 2 desa yang belum mereka kunjungi, mereka bisa saja kemalaman meninggalkan Ngantang.

Atau mungkin, apa yah ????

Tapi, sayang sekali tulisan ini dibuat bukan untuk mengajak pembaca untuk berfikiran positif, hal ini penuh tekateki, entah kwitansi itu akan dibubuhi angka apa dan berapa angka.

Saya tak langsung berkomentar saat itu, namun langsung bertujuan akan menuliskannya, seperti yang telah pembaca baca saat ini. Saya ingin tampil diam saja dan membiarkan ini diketahui orang lain terlebih dahulu sebelum sampai di depan mata mereka.

Saya tak ada soal apakah kwitansi itu akan dibubuhi nominal yang besar atau kecil, yang jadi masalah, tidak bisakan tim pelaksana KKN PPM ini (yang merupakan dosen, untung saja bukan dosenku) menyampaiakan pada kami secara transparan hal-hal terkait pembiayaan KKN ini, toh kami akan tetap menerimanya sebagai sesuatu yang fair, malah berterima kaih kepada mereka karena mereka mengikut sertakan kami dalam kegiatan KKN yang dibiayai oleh Dikti (begitu yang kuketahui), proses pembiayaan KKN ini tentu saja buah dari usaha keras tim pelaksana KKN PPM ini. Kami akan sangat berterima kasih dan tak perlu mengkritisi berapa banyak yang mereka gunakan, sepuas merekalah.

Namun, transparansi itu sangat perlu, kami tetap mebutuhkan informasi yang pasti agar tak ada desas-desus miring yang membuat semangat bekerja patah. Atau mungkin mereka menganggap kami ini adalah anak bungsu yang manja, yang menerima begitu saja setiap peri dan laku dari mereka. Entahlah.

Tidak akan berhenti sampai disini. Akan ada hal yang lain, dan memang telah ada hal yang lain yang patut juga kuceritakan kepada blog tercintaku ini, dan segenap pembaca yang setia hingga titik terakhirku.

Semoga ini tak melukai siapapun, kecuali mereka yang telah merencanakan luka mereka sendiri, baik disadari maupun tidak diperkirakan.

1 komentar:

eko prihasanto said...

penyakit ciri khas orang indonesia..kalo sudah berurusan dengan duit, semua urusan pasti jadi kabur hehe..lanjutkan cheng!!!

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger