Thursday, October 27, 2011

Ringkasan Teori Kritis Mazhab Frankfurt

die frankfurter schule, max horkheimer, theodor adorno, herbert marcuse
Max Horkheimer dikenal sebagai peletak pertama Teori kritis yang dikenal dan makin ramai diperbincangkan saat ini, tokoh ini dikenal sebagai Direktur pada Institut fur Sozialforschung (institute Penelitian Sosial) di Frankfurt yang didirikan pada tahun 1923. Proyek teori kritis ini adalah pengembangan dari filsafat kritis yang telah dirintis sejak zaman si Hegel dan Karl Marx.

Marxisme yang dikenal oreh para penggemar ilmu sosial sebagai pemantik ide-ide kritis tentu saja mempengaruhi pikiran-pikiran Horkheimer, namun ia mendekati Marxisme (ortodoks) dengan perdekatan akademis-filosofis yang diharap dapat berkontribusi secara jelas dalam kehidupan masyarakat. Dia berusaha mengembalikan Marxisme kepada filsafat kritis dengan memadukannya dengan pemikiran kritisisme Kant, Hegel, dan juga metode psikoanalisis Freud.

Dalam mengembangkan teori kritis, dia bersama dua kawan lainnya, yaitu Theodor Adorno dan Herbert Marcuse mulai melontarkan kritik-kritik tajam terhadap masyarakat industri maju pada tahun 1960-an. Ketiga tokoh termsyur inilah yang kemudian dikenal sebagai pelopor Mazhab Frankfurt (die Frankfurter Schule)

Setidaknya, ada enam tema yang menjadi fokus perhatian mereka dalam pengembangan teori kritis sebagaimana dirumuskan oleh Habermas, salah satu tokoh mazhab Frankfurt yang brilian, yaitu: bentuk-bentuk integrasi sosial masyarakat postliberal, sosialisasi dan perkembangan ego, media massa dan kebudayaan massa, psikologi sosial protes, teori seni dan kritik atas positivesme. Dengan tema ini, teori kritis kemudian menjadi popular, apalagi di golongan gerakan mahasiswa yang memang terinspirasi oleh pemikiran-pemikiran kritis mazhab Frankfurt, popularitas teori ini di ranah gerakan mahasiswa inilah sehingga istilah “The New Left Movement” (gerakan kiri baru) juga numpang popular.

Titik-tolak kritis sejak Horkheimer, adalah masalah positivisme dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu anggapan bahwa ilmu-ilmu sosial harus bebas nilai ( value-free), terlepas dari praktis sosial dan moralitas, dapat dipakai untuk prediksi, bersifat objektif, dan sebagainya. Anggapan semacam itu mengental menjadi kepercayaan umum bahwa satu-satunya bentuk pengetahuan yang benar adalah pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan macam itu hanya dapat diperoleh dengan metode-metode ilmu alam. Anggapan yang disebut saintisme ini kemudian dikritik menyembunyikan dukungan terhadap status quo masyarakat dibalik kedok objektifitas.

Buku "Dialektik der Aufklarung" karya Adorno dan Horkheimer menampilkan suatu kritik balik kepada rasio kritis itu sendiri. Pencerahan telah melahirkan cara berfikir kritis yang mereka sebut rasio kritis. Penampilan rasio kritis ini dapat disaksikan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Di mata kedua agen modernisasi ini, mitos diidentifikasi sebagai isapan jempol yang tak hanya masuk akal, tapi juga (dalam sejarah) menindas masyarakat tradisional. Manakala bertindak dalam teror tabu-tabu dan ancaman-ancaman takhayul, masyarakat tradisional itu ditindas oleh mitos. Perkembangan ilmu dan teknologi modern dalam masyarakat, melalui sistem pendidikan, ekonomi, industri dan lainnya, cepat atau lambat akan mengusir mitos jauh-jauh dari benak mereka. Adorno dan Horkheimer tidak berhenti disini, berdasarkan praktik ternokratisme dan stalinis, mereka bukannya tanpa dasar ketika mengatakan bahwa ilmu dan teknologi yang sama ternyata berubah menjadi mitos baru. Lebih radikal lagi, rasio kritis ternyata tak kurang dari mitos bari dalam bentuk yang lebih halus, lebih luhur, dan lebih dapat diterima oleh orang modern.


Dialektika Pencerahan
Istilah ini merujuk pada kondisi terjalinnya atau kait-mengaitnya antara mitos dan rasio. Istilah ini merupakan pendirian yang mencolok dari mazhab Frankfurt bahwa teori kritis yang dilandasi rasio kritis itu sendiri berubah menjadi mitos atau ideologi dalam bentuk baru. Emansipasi masyarakat (memerangi proses mekanisasi masyarakat dalam bentuk sistem ekonomi dan administrasi birokratis), yang menjadi keprihatinan mereka, dilukiskan sebagai gerakan sia-sia dalam mitos demi mitos yang tak kunjung habis. Kritik senada dilontarkan Marcuse dalam One-Dimensional Man. Dalam karya ini, situasi masyarakat industri maju dilukiskan sebagai masyarakat berdimensi tunggal. Dengan hilangnya dimensi kedua, negasi atau perlawanan terhadap sistem masyarakat hanya mengadaptasi dominasi total teknokratisme.

Kalau emansipasi pada gilirannya berubah menjadi dominasi baru. Dengan kata lain, sebuah kritik rasional menjadi mustahil. Akibatnya, dalam masyarakat dewasa ini juga tertutuplah ruang untuk kritik rasional itu, sebab dominasi telah total. Dengan kritik total atas pencerahan tersebut, mazhab Frankfurt mengalami ancaman kebuntuan proyek teori kritis.

Jurgen Habermas yang kemudian tampil sebagai pembaharu teori kritistidak sekedar menilai para pendahulunya memiliki kelemahan-kelemahan epistemologis yang mengantar mereka ke jalan buntu itu, melainkan juga member sebuah pemecahan mendasar yang sangat subur untuk meneruskan “proyek” teori kritis ala Frankfurt tersebut. Ide teori kritis belum berakhir. Habermas menyuburkannya kembali dalam paradigma baru.

Sumber: Menuju Masyarakat Komunikatif, F. Budi Hardiman, Kanisius, Yogyakarta 1993

3 komentar:

Anonymous said...

ok

A7O said...

thx for ya helping me to find out this

Unknown said...

ijin copas ya

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger