Saturday, April 14, 2012

Dari Warung Kopi Hingga ke Blog

Warkop dan ide kreatif

Ini bukan ulasan soal warung kopi (warkop) atau soal kopi dan sekitarnya, ini juga bukan soal blog secara teknis. Ini (catatan) soal pelampiasan hasrat yang dulu dimediasi oleh warkop, namun sekarang beralih kepada blog. Warkop memang selalu punya cerita, namun blog adalah tempat bercerita yang baik, sekalipun tak ada yang mengomentari.

Sejak tahun 2007, awal kedatangan saya di Malang, ngopi adalah aktifitas yang berpengaruh bagi perkembangan diriku, utamanya dalam produksi ide dan pengelolaan kamar-kamar pengetahuan dalam otak melalui diskusi santai disana. Walaupun demikian berpengaruh, saya tidak bergantung pada warung kopi semata, disana hanya ada kata-kata yang melayang, menempel di dinding menjadi saksi bisu, atau tandas bersama secangkir kopi.

Kamarku masih menjadi ruang kontemplatif, kurangnya kebutuhan (walaupun keinginan banyak) membuatku hemat dalam membelanjakan uang jajan yang dikirimkan orang tua, ini membuatku punya kesempatan untuk menghamburkan uang jajan di toko-toko buku, jadilah kamarku perpustakaan yang tidak terurus = banyak teman yang mengambil tanpa mengembalikan bukuku dengan mudah.

Dengan buku-buku itu, saya mendandani penampilan dengan beragam wawasan, di warkoplah panggungku. Beragam tema didiskusikan, dari curhat sampai menyusun strategi aksi terjadi disana. Saya sendiri memanfaatkan forum diskusi cair tersebut untuk menyampaikan kembali apa yang kubaca dengan cara dan sudut pandangku sendiri, dengan begitu 'pelajaran'ku dikamar tidak mengendap di kepala dan akhirnya kadaluarsa karena tidak didaur ulang.

Cara seperti itu, membaca dan mendiskusikan, adalah metode yang terbaik bagiku. Metode belajar seperti ini mulai kuamalkan sejak duduk di kelas 1 SMA. Namun saat itu, saya lebih banyak menyampaikan wawasanku dengan metode debat sehingga otakku dilatih untuk berfikir cepat mengelola 'kamar-kamar' informasi di otak untuk melahirkan suatu argumentasi, pledoi atau apologi sekaligus, toh intinya saya harus mempertahankan apa yang kukatakan.

Beranjak menjadi mahasiswa (di Malang), debat mulai saya tinggalkan dengan kesadaran bahwa berdebat itu mengebiri akal sehat dan orisinilitas ilmu pengetahuan. Saya pun rajin berdiskusi, walaupun kala itu, banyak percikan ide yang menarik saat diskusi yang tidak saya tuliskan sehingga diskusi saat itu seperti ungkapan pepatah; "Tong kosong nyaring bunyinya".

Santai, diskusi & berkembang bersama
Bertahun-tahun tradisi diskusi di warung kopi terjaga, mulailah lahir kata-kata seperti; "Di warung kopi itu sepertinya ide kita lebih gampang keluar". Teman-teman yang sumpek dengan suasana kamar berusaha menggali ide di warung kopi, mereka yang merencanakan membincang suatu perkara dalam jumlah peserta yang sedikit memilih warung kopi. Banyak pendapat, suasana santai di warkop mempengaruhi lahirnya inspirasi. Hingga saat ini, saya setuju dengan argumen ini.

Sayang, beberapa tahun belakangan saya mulai membatasi diri dengan warung kopi, alasannya cukup dramatis, di warkop tak ada lagi yang bisa didiskusikan selain mengulangi diskusi dahulu kala. Regenerasi (hadirnya mahasiswa angkatan baru) mempengaruhinya, setelah menjadi kakak untuk mahasiswa tiga angkatan, suasana diskusi mulai menjadi hambar, bahkan nyaris tak 'berbentuk' diskusi, melainkan belajar. Siapa yang tua dan berwawasan diantara kita menjadi pembicara, sisanya akan bertanya.

Saya sering terjebak dalam kondisi tersebut, seakan-akan menjadi tetuah yang nyaris tak terbantahkan. Jebakan ini pelan-pelan merusak diriku karena pelan-pelan merasa benar dan bebas berargumentasi apa saja, atau paling tidak 'mengemas' diriku dengan 'penampilan tahu banyak hal' di hadapan teman-teman yang culun. Memang ada yang seangkatan, bahkan kadang lebih tua dariku, namun akselerasi belajar kami berbeda.

Penceramah, dan tukang doktrin bukanlah tipeku, saya merasa hidup sebagai pembelajar dan teman berbagi. Saya bukan kamus atau buku panduan, namun hanya buku catatan biasa yang memediasi pikiran-pikiran empunya untuk menyampaikan apa yang difikirkannya. Saya tidak mengalamu ekstase saat menyampaikan ide besar, melainkan ketika melihat keberagaman ide yang dilontarkan dengan cerdas dan mengagetkan.

Warkop nyaris bukan tempat bagi orang sepertiku. Bukan karena warkop dan menunya yang tidak memuaskan, melainkan teman semeja yang kadang tak membawa otak dan mulutnya kesana, hanya telinga dan uang.

Selain warkop, forum diskusi juga mulai gersang. Beberapa organisasi dan komunitas yang kuikuti sepertinya sedang tidur dan terjebak dalam dunia mimpi pada tingkat yang sekian, sehingga mereka merasa bahwa kehidupan yang dijalaninya adalah kenyataan yang sesungguhnya. Ataukah organisasi dan komunitas ini masih tetap bahkan lebih aktif melakukan diskusi tanpa menginformasikannya kepadaku? atau malah mereka sudah bosan dengan diskusi dan mengembangkannya pada tataran aksi?

Yang jelas, saya rindu berdiskusi.




Melanjutkan 'itu' di blog
Untung saja saya punya sedikit kemampuan menulis, disamping itu saya tidak terlalu terbelakang dalam hal penggunaan teknologi inormasi seperti komputer ples internet, sehingga kegiatan blogging menjadi alternatif disamping warkop dan fungsinya sebagai medium yang mempertemukan mulut dengan mulut dan telinga dengan telinga.


Pertanyaannya, apakah menulis di blog itu memiliki kesamaan dengan diskusi?. Pikirku; memang tak sama secara teknis tapi hakikatnya sama, walaupun catatan di blog tak dikomentari seorang pun. Bagiku, sudah sejak dulu, menulis adalah obat! dia adalah teman berbincang saat sendiri. Menulis adalah berbicara dengan diri sendiri dan alam bebas, dengan kegiatan itu, saya bebas memandang suatu objek dari berbagai sudut pandang.

Dengan menulis, paling tidak endapan wawasan baru tak tenggelam ditekan waktu. Percik pemikiran selalu saja punya kesempatan untuk dituliskan dan mengaktualisasikan dirinya sebagai buah pikiran yang eksis, apalagi keristalisasi pemahaman melalui menulis dapat ditinjau jika suatu kala ada wawasan baru dari buku (baik yang baru maupun koleksi lama yang dibaca ulang), dari kilas kenyataan yang ditangkap oleh mataku dan terekam di kepala, atau gelembung ide yang biasanya memunculkan dirinya tanpa dipanggil.


Dari Blog hingga Warkop
(Saya bingung menulis bagian ini)

Aktifitas menulis di blog banyak memberikan pengalaman baru, tulisan di blog mengantarku bertemu banyak orang. Warkop kembali berfungsi sebagai fasilitas yang mempertemukan saya dengan teman-teman baru itu. Tak jarang konten blogku menjadi obrolan di warkop sehingga saya punya kesempatan kembali untuk berbagi wawasan dan menikmati keberagaman sudut pandang dalam melihat suatu objek.

Tak sering memang, namun rasanya sudah cukup!

Selain teman diskusi baru, ada juga beberapa teman yang berkomentar; "Ooo, kamu yah Cheng Prudjung". Setelah berkomentar demikian, dia akan melanjutkannya dengan testimoni terhadap catatan-catatan di blog, seperti bertemu fans rasanya *uhuk*.

Hingga sekarang, kerinduan akan forum dan suasana diskusi kulampiaskan dengan menulis di blog. Tulisan yang teman-teman baca ini hadir karena rasa rindu telah mengkristal. Ada banyak hal dariku yang perlu mulut, telinga dan kepala untuk menikmati kembali ekstase keberagaman.

1 komentar:

hanggarps said...

aku biasanya buka tipikal pembaca yang suka dengan artikel yang panjang dan berbelit-belit, berawal dari niatku untuk melakukan sesuatu di luar kebiasaanku aku membacar artikel abang yang lumayan panjang, setelah kubaca pendapatku adalah :
1. ternyata membaca artikel yang panjang itu tidak selamanya membosankan.
2. hal yang tidak membuatku bosan dalam membaca postingan abang adalah gaya penulisan bahasa yang beragam (mungkin karena abang suka diskusi jadinya mempunyai kosakata yang cukup luas).
3. makasih bang atas postingannya aku dapet belajar banyak dari gaya penulisan abang, sungguh menarik :)

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger