Tuesday, January 10, 2012

Open Google; Wujud Perkembangan Teknologi Komunikasi

Pagi tadi, sepulang dari kampus, saya bersama beberapa teman menyempatkan diri menikmati secankir kopi susu di warung kopi depan terminal Landungsari. Disana, beberapa teman sudah mendahului, beberapa batang rokok telah habis, secangkir beberapa cangkir kopi susu pun tandas tersisa ampas dan cerita lepas. Salah satu diantaranya adalah Jaka, temanku yang berkuliah di jurusan psikologi UMM.

Setelah tulisanku “Pengen Punya iPad”, kali ini saya ingin kembali menulis tentang iPad. Perbincangan soal iPad di warung kopi (Warkop) tersebut memberikan pandangan baru bagiku, sangat biasa tapi tak disangka. Perkembangan teknologi komunikasi tidak hanya menawarkan benda dan segala manfaatnya, kebiasaan (behavior) baru pun tentu saja ikut secara diam-diam, dan tanpa disadari akan menjadi suatu kultur.

Tentang Perkembangan Teknologi Komunikasi

Perkembangan Teknologi Komunikasi sejatinya bukan hanya perkembangan materi/bendawi, sebagai teknologi komunikasi, dampak dan konsekuensi tentu saja menjadi satu bagian yang tak terpisahkan. Teknologi komunikasi memungkinkan adanya interaksi antar manusia dalam penggunaannya, teknologi komunikasi seperti jembatan yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan, merupakan medium dimana ide antara beberapa orang bertemu dan saling dipertukarkan.

So, penggunaan teknologi komunikasi perlu penelaahan yang lebih detail dibandingkan penggunaan teknologi lainnya (yang tidak termasuk teknologi komunikasi). Banyak sudut pandang yang dikandungnya, karena perilaku manusia tidak lagi dipengaruhi oleh manusia, baik individu yang mempengaruhi komunitas maupun sebaliknya, atau terjadi saling mempengaruhi antara individu dan komunitas.

Dalam ranah kajian teknologi komunikasi, teknologi sebagai tools atau indra diluar tubuh manusia memegang peranan penting dalam pola berperilaku, sangat mudah ditemui contohnya. Apa yang akan saya ceritakan ini adalah salah satu dari berbagai contoh konkret lainnya.

Open Google, Cerita Biasa
Sebenarnya, sekarang ini kami sedang disibukkan oleh ujian akhir semester di kampus. Beberapa teman yang menikmati waktu luang di warkop ini baru saja selesai menjalani rutinitas semester itu. Salah satu diantara mahasiswa berkostum putih hitam adalah Jaka, teman yang kemana-mana selalu bersama iPad-nya.
“iPad-mu mana, Jak?”, tanyaku spontan.
“Ada di tas!”.
“Wah, masa waktu ujian aja bawa iPad. Sok skali kamu!”.
“Nggak, siapatau nanti ujiannya open book kan saya bisa manfaatkan iPad”.
“Oooo, asik juga yah, catatan kuliah disimpan di iPad semua”.
“Nggak gitu, Cheng! Pakai iPad kan bisa buka google”.
“Hahahahahaha, iya juga yah…. Malah lebih bagus!”.

Tawaku bukan hanya sekedar lucu, tapi ada kesadaran yang tersampir disana. Open Google!.

Di UMM (Universitas Muhammadiyah Malang), ujian tulis biasanya bersifat close book dan open book, tergantung kebijaksanaan dosen. Mahasiswa tentunya senang dengan ujian tulis yang bersifat open book, beban menjawab soal bisa semakin mudah, walaupun buku hanya menjadi panduang saja.

Bagiku sendiri, open atau close book tidak berarti apa-apa. Ujian yang bersifat open book biasanya jika soal meminta pendapat atau opini mahasiswa tentang suatu kasus, dan untuk hal ini buku catatan kuliah hanya (sekali lagi) menjadi panduan karena disana biasanya tercatat penjelasan teoritis, tidak lebih dari sekadar definisi atau teori sebagai perangkat analisis kasus. Sementara cara belajarku tidak pernah mematok pada teks yang ditampilkan melalui slide yang biasanya disalin ulang oleh mahasiswa. Saya hanya mencatat kata kunci saja dalam setiap perkuliahan.

Kata kunci itu yang nantinya kukembangkan sendiri, salah satu pengembangannya adalah menggunakan google. Dengan mengetik kata kunci dan mengklik tombol search, berbagai penjelasan tentang kata kunci tersebut tentu saja berjuta-juta. Kekuarangan metodeku ini adalah: kadang pemahamanku tentang materi kuliah berbeda dengan yang disampaikan oleh dosen di depan kelas.

Nah, kembali ke persoalan open google. Saya mencoba membayangkan sendiri, bagaimana jadinya jika saya memiliki iPad dan mengandalkan om google di waktu ujian seperti temanku ini, sebenarnya bukan hanya di waktu ujian, di perkuliahan pun tentu saja akan kupergunakan untuk mengembangkan kata kunci materi kuliah secara langsung. Betapa tidak bergunanya pembelajaran di kelas, betapa tidak bergunanya buku catatan, betapa tidak bergunanya slide presentasi, dan betapa tidak bergunanya universitas.

Kesannya sepele mengganti open book dengan open google, apalagi iPad memungkinkan memanfaatkan google di masa ujian yang bersifat open book, iPad tidak ribet dan aksesnya cepat. Sisa kemampuan membaca secara random yang dibutuhkan untuk mencari kalimat yang pas dan siap dipindahkan ke lembar jawaban. Pengawas ujian yang tidak jeli sepertinya tak akan acuh terhadap hal ini.

Ujian semakin enteng bagi temanku, walaupun ujian bersifat close book, tentu iPad masih tetap membantu. Menunggu pengawas datang ke ruangan ujian sambil “berdiskusi” dengan om google adalah kegiatan cerdas untuk menghadapi ujian. Akhirnya, tak perlu takut dengan ujian jika anda memiliki iPad, sisa mengingat materi mata kuliah dan mengakses google, mencari penjelasa-penjelasan tentang kata kunci tersebut sebelum memasuki ruangan ujian. Hitung-hitung untuk pamer gadget juga, hehehehe 

Nyontek ??? Gak jaman lagi gan !!! hahahahaha | Sumber: nanopertapan.blogspot.com

Akan tetapi . . .
Namun, sebagai teknologi komunikasi, apakah demikian cara memperlakukan gadget (perkakas) atau teknologi sehingga maksud berkembangnya teknologi untuk membantu manusia terwujud?. Sisi lainnya, bukankah perilaku mengandalkan teknologi komunikasi untuk berbagai hal yang bisa kita lakukan dengan mudah (tanpa bantuan teknologi), adalah perbuatan membodohi diri kita sendiri? Dalam tradisi akademis, otak kita berpindah secara pelan-pelan dari kepala ke gadget.

Parahnya jika indra kita yang berpindah secara tidak sadar. Sehingga panasnya api dirasakan bukan lagi ketika dia menyentuh tangan, tapi ketika api membakar gadget kita.

Hahahahaha, kehidupan makin lucu saja! Bukankan Malaikat dan Setan harus bersujud kepada manusia? Sementara manusia harus bersujud di hadapan teknologi komunikasi, padahal mereka adalah ciptaan kita. Kalaupun manusia adalah tuhan, pasti kita adalah tuhan yang bodoh!

1 komentar:

Iponk light said...

i like your write bos....

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger