Monday, March 14, 2011

Konsumerisme - Membedah Nafsu Konsumsi

Posting ini dimuat sebagai tugas perkuliahan Pengantar Budaya dasar, membahas tema terkait Konsumerisme. Semoga menjadi bacaan yang berguna bagi kawan-kawan.
Ilustrasi Konsumerisme
Produksi tentu tak lepas dari konsumsi sebagai pasangannya. Pada awal perkembangan masyarakat, produksi adalah upaya usaha memenuhi kebutuhan sendiri. Namun, karena barang yang dihasilkan berlebih maka ditukarkan barang lain, untuk tujuan yang berbeda. Pertukaran barang ini kemudian memunculkan pasar, dan barang tersebut berubah nilainya menjadi komoditas. Karl Marx melihat hal tersebut sebagai perubahan nilai guna (use value) menjadi nilai tukar (exchange value).

Dari gambaran di atas kita melihat bahwa, mengkonsumsi sebenarnya bukan hanya persoalan pada zaman kini, ketika mall dan pusat perbelanjaan menjamur. Konsumsi merupakan perilaku primitif manusia. Bahkan, menurut Plato, terbentuknya masyarakat merupakan akibat manusia tak mampu mencukupi kebutuhannya sendiri. Yang nampak berbeda adalah intensifikasi dan perluasan jaringan pemasaran yang lebih kompleks. Munculnya pusat perbelanjaan dalam bentuk yang lebih “baru”, membuat konsumsi menjadi sebentuk candu.

Tentu saja perubahan pola perilaku konsumsi tidak terjadi begitu saja. Perubahan pola dan perilaku konsumsi terjadi seiring perkembangan infrastruktur masyarakat. Berbagai penemuan di bidang teknologi dan meletusnya Revolusi Industri, mengkonsumsi menjadi niscaya setelah produksi. Produksi barang secara massal meniscayakan proses produksi mengalami percepatan. Begitu pula usaha untuk menghabiskan dan menggunakan barang. Zaman ini memunculkan masyarakat baru yakni masyarakat konsumen. Masyarakat inilah yang menjadi pengguna barang yang dihasilkan oleh produksi massal tersebut.

Perubahan sosial serta produksi massa industrial yang mempengaruhi pola perilaku mengkonsumsi mendorong beberapa tokoh untuk mengkajinya. Oleh Haryanto Soedjatmiko, dalam Saya Berbelanja, maka Saya Ada: Ketika Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris (Jalasutra: 2008), membagi perilaku konsumsi ke dalam tiga periode dengan masing-masing kondisi sosial di sekitarnya. Tiga periode tersebut yakni; periode klasik, kemunculan sosiologi konsumsi, dan periode posmodernis.

Teori konsumsi klasik digawangi oleh Karl Marx, Max Weber, dan George Simmel. Pada dasarnya Marx adalah seorang yang lantang mengecam kapitalisme dengan berbagai implikasi eksploitasinya. Sehingga, tak mengherankan bila Marx mengatakan bahwa hasil produksi tidak secara langsung terkait dengan kebutuhan masyarakat. Barang produksi adalah komoditas yang mendahulukan nilai tukar daripada nilai guna. Dalam kondisi demikian, masyarakat merupakan obyek yang didorong produsen untuk mengkonsumsi. Masyarakat berada pada subordinat produksi, di mana produsen mampu menciptakan kebutuhan masyarakat.

Pada saat kapitalisme mulai meletakkan dasar-dasarnya dengan kuat. Berikutnya Weber muncul dengan ide tentang Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Kritik Weber bahwa, etika Protestan bukan hanya menghabiskan barang konsumsi sebagaimana yang dilakukan masyarakatnya saat itu. Namun, pada investasi dan kerja keras. Weber tampak ingin semakin memperjelas dan memperkokoh kapitalisme dengan bentuk investasi kembali keuntungan produksi. Meskipun masyarakat kental dengan semangat Kalvinisme ini, namun perilaku konsumsi tidak berhenti. Masyarakat mulai sadar akan kesenangan berkat kemajuan industri.

Konsumerisme dalam simbol
Tokoh berikutnya adalah George Simmel, yang menekankan interaksi pertukaran, terutama dalam perekonomian. Munculnya uang sebagai alat tukar dan munculnya perkotaan memunculkan model baru dalam mengkonsumsi. Pertumbuhan kelas sosial urban dan model konsumsi baru tersebut tidak bisa dipisahkan dari modifikasi barang konsumsi. Pertumbuhan imajinasi mengenai barang konsumsi muncul dari penilaian terhadap barang konsumsi. Puncak imajinasi itu bergantung dan berperan pada munculnya masyarakat urban yang berorientasi pada pemasaran mode (fashion) (Chaney, 2006: 55). Simmel menyimpulkan bahwa mengkonsumsi membentuk konstruksi masyarakat dan menimbulkan budaya baru masyarakat. Di sini terjadi pergeseran dari masyarakat konsumen (consumer society) menjadi budaya konsumen (consumer culture).

Kemudian muncul seorang sosiolog dari Prancis, Pierre Bourdieu, yang yang menurut buku ini mempelopori kemunculan periode sosiologi konsumsi. Bourdieu menghubungkan konsumsi dengan simbol-simbol sosial dalam masyarakat. Dalam pandangannya produk konsumsi, merupakan simbol status dan kelas sosial seseorang. Musik klasik misalnya, hanya dinikmati orang-orang tertentu (biasanya dari kelas atas). Konsumsi dibentuk oleh ide, simbol, selera, yang kemudian secara tidak langsung maupun tidak menciptakan pembedaan dalam masyarakat. Dalam konsumsi, selera, preferensi, gaya hidup, dan standar nilai ditentukan oleh kelas yang lebih superior. Kelas atas bukan hanya unggul secara ekonomi politik, namun juga budaya dengan menentukan dan melakukan hegemoni dalam pola-pola konsumsi.

Pada perkembangan kapitalisme akhir, dalam teori-teori sosial muncul posmodernisme. Posmodernitas menurut Baudrillard adalah dunia yang penuh dengan simbol dan citra. Termasuk dalam konsumsi. Ketika orang mengkonsumsi, maka yang dikonsumsi sebenarnya bukan nilai barang, namun citra atas barang tersebut. Konsumsi dirayakan seiring dengan munculnya pusat perbelanjaan (super)modern, kapitalisme neoliberal, dan pasar bebas. Kajian terhadap konsumsi masyarakat posmodern oleh buku ini diwakili dua tokoh posmodernis, yakni Mike Featherstone dan Jean Baudrillard.

Berbeda dengan dua zaman sebelumnya atau juga dalam pandangan Featherstone, di mana konsumsi menjadi sumber diferensiasi masyarakat. Justru posmodernitas menurut Baudrillard mengaburkan kelas dan status sosial. Bahkan Baudrillard menyatakan era posmodern sebagai “matinya yang social”, kematian masyarakat. Siapa pun yang mampu bisa merayakan konsumsi tanpa memandang kelas dan status sosial. Konsumsi memberikan identitas tertentu tanpa memandang batas-batas sosial.

Uang, sebagai alat tukar yang menjadi alasan.
Featherstone menjelaskan budaya konsumen dengan membaginya ke dalam tiga tipe Chaney, 2006: 67); pertama, konsumerisme merupakan tahap tertentu kapitalis. Kedua, konsumerisme dan konsumsi merupakan persoalan yang lebih sosiologis mengenai relasi benda-benda dan cara melukiskan status. Praktik konsumsi merupakan strategi untuk menciptakan dan membedaan status sosial. Tipe kedua dari konsumsi ini dapat kita lihat dengan munculnya komunitas pengguna barang tertentu, misalnya klub motor merk tertentu. Pandangan ini berbeda dengan pandangan Baudrillard di atas. Ketiga, Featherstone melihat munculnya kreativitas konsumsi. Kreativitas konsumsi ini terkait dengan estetikasi konsumsi yang pada perkembangan selanjutnya menciptakan mode, estetisasi bentuk, dan gaya hidup.

Tokoh selanjutnya, Jean Baudrillard, melihat konsumerisme sebagai logika untuk memenuhi kepuasan hasrat. Melimpahnya barang konsumsi bukan lagi karena kebutuhan masyarakat, namun lebih pada pemuasan nafsu mereka. Dalam pandangan Baudrillard, kapitalisme akhir memanfaatkan mesin hasrat tersebut untuk terus membelenggu masyarakat dalam jerat konsumerisme.

Praktik-praktik konsumsi selanjutnya menjadi gaya hidup masyarakat. Konsumsi menjadi cara pandang (baru) masyarakat. Seiring dengan terus beroperasinya industri lintas negara dan tumbuhnya supermarket, hipermarket, dan mall. Bahkan dengan strateginya yang cantik, barang konsumsi disesuaikan dengan pengalaman dan pandangan filosofis masyarakat setempat (fordisme). Munculnya strategi fordisme tersebut terus-menerus menempatkan masyarakat dalam kubangan konsumerisme.

Referensi : _http://haryantosujatmiko.multiply.com/

1 komentar:

Haryanto Soedjatmiko said...

sebuah kajian yang sungguh menarik! saya sungguh menikmatinya. teruslah menulis dan berbagi pencerahan...salam hangat, "saya berbelanja, maka saya ada"

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger