Sunday, October 12, 2008

Media Massa dan Arus Iklan Politik

oleh: cheng prudjung

Ramainya pertarungan politik antar partai maupun antar person yang diperkirakan akan bertarung pada Pemilu 2009, berbagai strategi pengenalan dan pembentukan image di masyarakat berlangsung dengan cepat, tak lupa strategi para politisi yang menggunakan berbagai alternatif untuk mempromosikan diri atau partai mereka, seperti menggunakan media, baik cetak maupun elektronik, menghantam segala segmen (kultur) masyarakat.
Media koran Kompas yang pada tanggal 10 Oktober kemarin, menampilkan Iklan SBY dan partai demokrat pada halaman atau jaket koran yang menggunakan ruang setengah halaman vertikal di sampul depan (jaket)

Strategi melakukan iklan di media tersut tentunya untuk menembak atau “menyapa” para pembaca yang nota bene-nya, Kompas memiliki pembaca yang lebih tinggio taraf pengetahuannya dan jenis pekerjaan mereka.
Seperti pula beberapa iklan di media elektronik seperti televisi, tidak lain bahwa iklan pada media televisi adalah untuk membangun popularitas yang lebih luas karena perhitungannya adalah, media elektronik memiliki lebih banyak pasrtisipan (penonton) dibandingkan media cetak.

Penggunaan media massa sebagai media untuk mempromosikan atau mengaktualisasikan diri ataupun kelompok (partai), tidak dapat dimungkiri, ikut membantu jangkauan dan popularitas kandidat, apalagi ketika iklan kampanye politik ditayangkan secara rutin, misalnya di televisi di saat prime time dan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat (public figure).
Dalam proses mengiklankan kepentingan politiknya, para politisi yang memilih “berkampanye” melalui media massa mengangangkat issu-issu seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pertanian, dimana telah diketahui bahwa, issu-issu seperti yang diangkat diatas, adalah issu-issu yang terjadi di kalangan bawah. Maka perlu juga kita melakukan kajian ulang bagaimana suatu iklan politik memiliki kekuatan hegemonik yang mengajak atau menggerakkan pikiran penonton atau pembaca untuk memposisikan diri mereka sebagai pendukung politisi yang menggunakan media untuk mencari muka di masyarakat.

Selain, mengangkat issu-issu yang secara umum terjadi pada masyarakat indonesia yang berada pada status “marginal”, dimana issu-issu tersebut terepresentasikan dalam berbagai simbolisasi, baik simbol-simbol verbal seperti bahasa ucap maupun simbol nonverbal seperti lambang (sign).

Dengan menghadirkan/menampilkan tayangan (umumnya media elektronik) iklan dengan mengusung issu-issu tentang rakyat “rendahan”, image (track-record) kandidat dibangun dengan usaha utuk menghadirkan keyakinan pada para khalayak bahwa sosok (politisi) yang mereka saksikan di media adalah penolong dan orang yang simpati dan peduli akan lingkungan sekitar dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Padahal, iklan kampanye politik seharusnya bisa memunculkan latar belakang singkat sang kandidat dan relevansinya dengan kontribusinya terkait dengan isu-isu yang diangkat.

Olehnya itu, iklan politik di media seharusnya memberikan suatu kontribusi bagi masyarakat, apakah itu berbentuk dalam suatu sajian yang menginformasikan kepada khalayak tentang bagaimana sosok kandidat secara detail (tentunya pada batas-batas tertentu), atau memberika suatu pendidikan politik dengan berusaha untuk mengajak masyarakat dalam proses membangun critical politics. Salah satu wujud dari usaha untuk membangun pendidikan sadar berpolitik adalah menghadirkan suatu gambara realitas yang menyejarah yang menyampaikan suatu pesan, bahwa demikianlah suatu dampak dari kemerosotan pengetahuan masyarakat pada dunia politik, sehingga efek yang hadir kemudian menjadi imbas sendiri bagi masyarakat sebagai penentua suatu kebijakan politik yang paling penting.

Selain itu, keberadaan atau peran media massa dalam hal ini juga perlu diperhatikan, tentunya mengingat bahwa media massa adalah alat atau jalan yang menghubungkan komunikasi antara para politisi dan masyarakat. Yang perlu diingat adalah, bahwa media selain sebagai tonggak penegak demokratisasi di suatu negara, tentunya juga harus terlepas dari kepentingan politik penguasa. Keterlepasan dari pengaruh atau kepentingan politik penguasa sangatlah dibutuhkan untuk membangun suatu kepercayaan masyarakat terhadap pemberitaan atau prnyampaian informasi kepada khalayak. Diingkarinya suatu prinsip independensi media, akan melahirkan suatu dampak yang menurut saya akan mengikut sertakan masyarakat dalam dampak tersebut.

Ketidak-mampuan media untuk independen dan tetap terus berada dibawah kepentingan golongan status quo, akan membuat suatu dampak kebutaan (blind effect) dalam masyarakat. Kebutaan itu akan membuyarkan suatu paham kebenaran real dari realitas. Kebuyaran akan kebenaran tersebut jelas akan membuat masyarakat akan gamang dengan perilaku mereka sendiri dan jadilah masyarakat kita seperti robot yang dikuasai oleh para penguasa akibat dari ketidak mampuan menentukan suatu sikap keberpihakan terhadap suatu arus kebenaran.
Demikian beberapa ide saya. Tentunya ide seperti ini telah banyak kita dapatkan pada sumber bacaan yang lain, sehingga pada proses penulisan ini, saya merasa terbantu oleh pemikiran yang telah terpublikasi lebih awal.


Terimakasih perhatiannya.

Kunjungi juga www.kalsumedia.co.nr

1 komentar:

Ivan Istyawan said...

dalam keadaan bimbang terkadang hati ini bingung kenapa kemudaian sang pencipta otak ini mengilhamkan konseptual simbol jika pada akhirnya harus terdapat berbagai kebohongan.Jika simbol diharapkan mampu merepresentasikan kediriannya maka sudah barang tentu ia gagal oleh karena itu kedustaan adalah sebuah dampak yang tak terhindarkan.
Lalu bagaimana solusinya???

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger