Monday, December 21, 2009

Popularisasi gaya Hidup Melalui Komunikasi Massa

Oleh: Chairun Nas Saleh


     Komunikasi massa ini sebetulnya akrab dengan lingkungan kita, namun terkadang orang-orang tidak menyadari adanya proses komunikasi massa. Kata “massa” adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu; massein yang dipakai dalam arti politis oleh Aristoteles dengan konotasi menghina. Kemudian dalam revolusi Perancis, kata massa merujuk pada kelas rendah yang tidak demokratis Lalu dalam perkembangan sekarang ini kata massa menunjuk pada suatu kelompok yang berjumlah besar.


Komunikasi massa kerap disebut sebagai cermin dari masyarakat. Tapi pada saat menyampaikan kebudayaan populer, sebagai cermin ia tidak memantulkan kenyataan, tetapi lebih banyak merefleksikan bayang-bayang yang diinginkan oleh masyarakat tersebut. Kondisi masyaraktlah yang akan membentuk produk kebudayaan populer, ini berarti sosok remaja merupakan “komoditas” yang gampang dijual. Kebudayaan populer semacam film, musik, novel telah mengikis mekanisme pasar, tidak sekedar menyampaikan pesan (message) kesenian.


Dengan kata lain, benda-benda ini memiliki posisi yang khas. Di satu pihak berpretensi untuk menyampaikan message, dan dipihak lain ditempatkan sebagai komoditas. Dalam posisi terakhir ini, nilainya sama saja dengan produk kebudayaan popular semacam mode pakaian yang diproduksi massal, atau gimmick lainnya. Tarik-menarik untuk menjadi message atau komoditas ini membuat kebudayaan popular melalui komunikasi massa dapat terjerumus hanya menyampaikan message yang bakal terjual. Karenanya formula pasar merupakan faktor penting, dan ia menjadi bagaian dalam sistem industri kapitalis.


Kebudayaan popular melalui komunikasi massa tak terlepas dari kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sebagaimana keniscayaan pengaruh yang kuat dari kecendrungan masyarakat tersebut terhadap komunikasi massa. Di Indonesia setelah Orde Baru, dunia komunikasi massa mengalami pasang surut, yang tampak dari kemajuan fisik dan kualitasnya. Hal yang paling terasa adalah kenyataan bahwa dunia komunikasi massa cenderung menjadikan dirinya sebagai komoditi. Jika orde sebelumnya komunikasi massa dipakai untuk menjadi alat revolusi, pada awal Orde baru pemerintah belum sempat mengurus bidang ini.
Dunia komunikasi massa berjalan sendiri, sehingga bisa kita ingat pada akhir tahun 1960-an, dunia komunikasi massa, terutama media cetak dan film ayik menjadikan pornografi sebagai komoditi. Masyarakat Indonesia tiba-tiba saja diimbas oleh angin kebudayaan populer yang datang dari Barat. Sementara akhir 1960-an itu masyarakat barat sedang mengalami “revolusi seks” produk komunikasi massa bertema kegaulan ini menyebar ke dalam masyarakat Indonesia yang pengaruhnya serta merta terasa dalam kebudayaan populernya. Tapi berbeda dengan “revolusi seks” yang bertolak dari sikap untuk merombak kehidupan seks yang beku dan tak bebas dalam kelas borjuis barat. Eksploitasi seks dalam kebudayaan popular di Indonesia malahan hanya melanjutkan keleluasaan kelas orang kaya baru tang muncul belakangan hanya melanjutkan privelese ini untuk mengidentifikasi dari berbagai kelas atas pula.
Perilaku hedonistic yang dikaitkan denga nseks ini muncul dalam berbagai versi seperti, kisah tante girang, oom senang, gigolo, dan semacamnya dalam buku maupun media mingguan. Sedangkan dalam film, munculnya Bernapas dalam Lumpur menjadi keberanian orang film dalam mengeksploitasi seks habis-habisan.
Pembahasan tentang tayangan televisi selalu terkait dengan komunikasi massa, sebab dengan jangkauan luasnya, sasaran yang dicapai televisi untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada massa otomatis juga besar. Ada dua definisi komunikasi massa dari Maletzke, yaitu:
1.    Komunikasi massa diartikan setiap bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.
2.    Komunikasi massa dibedakan dari jenis komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok, dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagian khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar supaya komunikasi itu dapat mencapai pada saat yang sama pada semua orang yang mewakili berbagai lapisan masyarakat.


Sedangkan komunikasi massa menurut Nurudin mempunyai beberapa ciri khas, antara lain:


1.    Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga.

Komunikator disini bukan hanya satu orang namun kumpulan dari orang-orang, artinya gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga yang menyerupai sebuah sistem.

2.    Komunikan dalam Komunikasi Massa Bersifat Heterogen.

Maksudnya adalah, komunikan disini berbeda-beda latar belakang kondisi sosial, umur, fisik, dsb. Komunikan disini juga dimungkinkan tidak berinteraksi secara langsung komunikator.

3.    Pesannya Bersifat Umum.
Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau kelompok masyarakat tertentu. Pesan ditujukan kepada masyarakat yang plural.
4.    Komunikasinya Berlangsung Satu Arah.

Inti dari ciri khas ini adalah, proses komunikasi massa tidak bisa berjalan secara interaktif. Komunikan disini lebih bersifat pasif saja. Namun kalaupun ada komunikasi massa yang bersifat interaktif, komunikan disini tidak mewakili semua audience yang bersifat heterogen.

5.    Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan.
Dalam komunikasi massa, keserempakan itu melalui penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. Bersamaan disini juga bersifat relatif, kalaupun pesan yang disampaikan terlambat penerimaannya, itu hanya masalah teknis atau tergantung dari komunikannya.

6.    Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis.

Penggunaan peralatan teknis dalam komunikasi massa merupakan syarat utama agar komunikasi ini dapat berjalan seperti yang diharapkan, misalnya media elektronik harus menggunakan pemancar.

7.    Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper.

Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Fungsi lain gatekeeper adalah untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data dan mengurangi pesan-pesannya.
    Dari sekian definisi komunikasi massa menurut beberapa ahli seperti, Bittner, Gerbner, Malatzke, Jalaluddin Rakhmat merangkum definisi-definisi menjadi satu definisi. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
   Efek komunikasi massa dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan sikap menurut pendapat Joseph Klapper., ada lima prinsip umum yang mendasarinya;

1.    Pengaruh komunikasi massa diantarai oelh factor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok (atau hal-hal yang disebut faktor personal).
2.    Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah (agent of change).
3.    Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.
4.    Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang-bidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.


Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh. Secara garis besar komunikasi massa adalah suatu media yang cukup efektif dalam membentuk, mengubah, dan merubah pemikiran, sikap dan perilaku sesorang baik secara personal ataupun kelompok jika komunikasi massa ini diaplikasikan secara menarik, terstruktur dengan daya persuasif yang tinggi. Perubahan ini dapat mengarahkan pemikiran, sikap, dan tindakan seseorang, baik individu maupun kelompok, pada hal positif dan hal yang negative, maka antisipasi agar tidak terjadi hal yang negatif itu, benteng yang paling baik saya pikir adalah ke”sadar”an seseorang tersebut untuk memahami, memaknai, dan mengimplementasikan setiap media komunikasi massa yang mereka konsumsi.
Besarnya pengaruh media komunikasi massa malah dicurigai sebagai belenggu cultural Industri yang diciptakan kaum pemilik modal yang selalu berambisi mengontrol kelas sosial di bawahnya. Para pemikir supradisipliner” yang tergolong dalam Mazhab Frankfurt misalnya, meyakini bahwa perkembangan teknologi dalam konteks zamannya tidak bisa dilepaskan dari tendensi kapitalis yang sejatinya selalu bernuansa politis idiologis. Jurgen Habermas, misalnya, yang juga merupakan salah satu tokoh jajaran akhir pemikir Mazhab Frankfurt, menandaskan bahwa teknologi memang tidak pernah netral dari kungkungan ideologi kaum kapitalis. Walaupun tidak membuat pembatasan yang jelas dalam keilmuan tertentu, sebut saja studi efek media massa, Mazhab Frangkfurt sering melansir komentar-komentar yang keras terhadap potret kemanusiaan yang selalu dininabobohkan oleh industri budaya kelas pengusaha yang tentu saja didukung oleh media massa sebagai motor penggerak utamanya.


0 komentar:

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger