Jaman Batu; Barney dan Fred Flinstone dalam film kartun berjudul The Flinstone |
Wawasan Umum
Jurusan ilmu komunikasi, baik di UMM maupun di universitas, harus memantapkan peran dan posisinya, terlepas dari perannya sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan dengan fungsi untuk memajukan masyarakat dan melepaskan mereka dari belenggu keterasingan jaman akibat terbatasnya pasokan informasi yang memang dibatasi oleh kondisi tertentu, geografi misalnya.
Dengan kemantapan peran dalam perkembangan zaman, ilmu komunikasi diharapkan semakin bersinar dan terus mencerahkan, melepaskan belenggu kebutaan masyarakat akan dunia dimana mereka hidup, kebutaan yang diakibatkan oleh banyaknya realitas yang susun-menyusun sehingga kita mulai tidak mengerti realitas yang sesungguhnya. Penulis memiliki cita-cita dan harapan besar dimana ilmu komunikasi adalah jendral perang baru yang mengantar umat manusia meraih kemenangan akal budi, dimana setiap orang dapat mandiri dalam beropini dengan bekal akal budinya tersebut.
Kemandirian mengambil keputusan atau membangun opini tergerak atas pembacaan zaman dimana interaksi mulai makin luas dan makin interaktif, jika sebelum populernya media internet, interaksi hanya sebatas komunikasi antar personal melalui tatap muka, telefon, surat-menyurat dengan tetangga atau kerabat, maka dengan internet jangkauan komunikasi akan lebih luas, dan sistem interaksi akan semakin ramai.
Menuju Media Interaktif
Everett M. Rogers dalam bukunya "Communication Technology; The New Media in Society" (dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi yaitu era tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era media komunikasi interaktif.
Dari keempat era atau zaman (dalam pembahasan catatan ini), jurusan ilmu komunikasi UMM masih sibuk membekali mahasiswa dengan kecakapan menulis, memproduksi karya jurnalistik (cetak maupun elektronik), atau memproduksi film-film pendek, dokumenter, iklan atau media kampanye lainnya. Selain itu, kegiatan-kegiatan organizer juga tak kalah ramainya dan sepertinya cukup memusingkan mahasiswa yang fokus pada pengembangan kecakapan Public Relation. Bercermin dari Rogers, Jurusan ilmu Komunikasi UMM dan sepertinya di universitas lain (entahlah) telah ketinggalan zaman, statusnya bukan lagi ancaman. Media internet yang interaktif belum dimaksimalkan.
Di jurusan Ilmu Komunikasi UMM, ada 1 mata kuliah yang bersinggungan langsung dengan dunia maya, judulnya; ”Online Journalism”, saat penulis memprogram mata kuliah ini dan berhasil meraih poin yang sempurna, ada sedikit kejanggalan yang kiranya menjadi alasan mengapa Jurnalistik Online atau pemanfaatan media online tidak begitu giat di UMM, kejanggalan tersebut tentunya soal dosen pengempu yang secara langsung menyadari kemampuannya mengempu mata kuliah ini tidak dapat dia banggakannya sendiri.
Sementara itu, beberapa mata kuliah (di jurusan Ilmu Komunikasi UMM) mendorong mahasiswa untuk betul-betul cakap dalam pemanfaatan teknologi untuk memproduksi karya media cetak maupun elektronik, berbagai tugas peliputan dan penulisan berita atau tugas bersama (kelompok) untuk membuat Buletin, bahkan Majalah/Tabloid. Dalam urusan media elektronik, mahasiswa harus bersusah payah melakukan peliputan, pengeditan dan penayangan karya jurnalistik dalam bentuk audio visual, masih ada juga yang audio (radio). Di Jurusan Ilmu Komunikasi, mata kuliah (khusus konsentrasi Jurnalistik) seperti Print Journalism, Journalism, News production, Depth Reporting, On Air Journalism, dan Praktek Produksi Karya Jurnalistik.
Mata kuliah di atas, jika tidak jeli membangun benteng pembeda, akan saling tindih menindih atau malah bercampur baur. Akibatnya, seorang atau sekelompok mahasiswa bisa mengerjakan tugas untuk memenuhi beberapa penugasan dari mata kuliah yang berbeda.
Penulis sendiri pernah mengalaminya, membuat satu tugas untuk memenuhi tiga penugasan dari mata kuliah dan dosen pengempu yang berbeda. Kejadian ini perlu diperhatikan, bukankah saya sebagai mahasiswa telah dikerjain oleh para dosen atau bahkan pengurus jurusan? Untuk apa memprogram mata kuliah dengan grit bahkan penugasan yang menentukan nilai itu sama. Kenapa tidak dilebur saja agar kuliah bisa diselesaikan selama dua setengah tahun?.
Akhirnya . . .
Akhirnya, tanggung jawab pihak civitas akademika di jurusan ilmu komunikasi UMM perlu dituntut lebih serius untuk mengembangkan dan memajukan Jurusan Ilmu Komunikasi UMM yang tercinta. Pengembangan fasilitas labolatorium, kelengkapan referensi dengan adanya perpustakaan jurusan, media website (walaupun masih ikut dengan website universitas), beberapa kelompok karya berisi mahasiswa yang dikompori untuk berprestasi, kegiatan-kegiatan jurusan yang seremonial dan tidak berdayaguna, serta kepala para dosen tidak menjamin majunya jurusan ilmu komunikasi, bahkan berfungsinya ilmu komunikasi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan dengan peran pencerahannya.
Menurut hemat penulis, jika bisa berpendapat, perlu adanya pembacaan atas realitas/ perkembangan zaman (aspek sosial dan teknologi) sehingga ada skala prioritas yang menjadi fokus pengembangan kecakapan. Pembacaan atas realitas ini juga harus tajam, bersih/ holistik dan tidak mekanistik atau bebas dari pengaruh semangat kapitalistime yang menjadikan universitas menjadi pusat karantina atau kawah candradimuka babu-babu kapitalisme. Kiranya, para dosen telah mengerti maksud Tri Guntur Narwaya dalam ”Matinya Ilmu Komunikasi”. Jika tidak, Ilmu Komunikasi memang telah mati.
Ancaman ketinggalan zaman Ilmu Komunikasi UMM perlu diantisipasi, sebelum banyak orang mengetahui/menyadari dan mulai berani mengejek Ilmu Komunikasi UMM yang tertinggal oleh perkembangan zaman. Media internet masih sangat bersih dari sentuhan mahasiswa ilmu komunikasi UMM yang telah dibekali berbagai jurus menaklukkan selembar kertas dengan tinta dan jutaan ide. Secara pribadi, penulis tentu saja tidak mau ikut-ikut menerima ejekan sebagai mahasiswa ilmu komunikasi yang ketinggalan zaman, sebagai manusia dan mahasiswa, saya betul-betul akan merasa malu.
Oia, komposisi sumber daya manusia (dosen) juga perlu diperhatikan untuk diseimbangkan, khusus untuk konsentrasi Jurnalistik di Jurusan Ilmu Komunikasi, perlu ditakar kembali berat atau kuantitas/kualitas antara pengempu kecakapan pemanfaatan media cetak, elektronik, hingga internet. Tidak asal tunjuk dosen saja pastinya, toh kualitas dosen juga menjadi syarat mutlak berkembangnya suatu lembaga pengetahuan seperti Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.
Di akhir, penulis merasa harus memohon maaf jika terlalu dini menuai kritik, sebenarnya bukan kritik. Ini hanyalah ide, pembacaan atas wacana, realitas, dan proyeksi jurusan ilmu komunikasi dengan harapan terwujudnya lembaga pengetahuan yang maju, murni dan mencerahkan. Kehadiran catatan ini didasari oleh dorongan partisipasi penulis untuk mempublikasikan buah pikiran, mengacu pada sebuah motto yang akrab di Jurusan Ilmu Komunikasi. Publikasikan atau Menyingkirlah !!!
4 komentar:
Kuliah diselesaikan dalam setahun? Maunya!
dihidupi kembali...
betul cheng... jgn smpe lebih banyak menganalisis dampak televisi, sampai dampak internet dilupakan, teori tentang pola komunikasi di internet juga perlu dipelajari itu, teori komunikasi kayaknya banyak bertumpu dari perkembangan media massa yang "kampungan", seperti radio, televisi, koran, dll ... internet lebih maju, bahwa dengan internet semua media massa tadi sudh dapat dinikmati..
di jaman internet sekarag baca koran dengan epaper, jadi pake ipad pun bisa, streaming tv n radio juga bisa dinikmati... gampang n mudah skali ....
semoga catatam ini diperhatikan ....
http://www.lib.umm.ac.id/page.php?view=fasilitas klu emang ketinggalan kenapa ada ini,n sy sbg mahasiswa komunikasi umm sangat g terima,buktinya klu emang kita katrok kenapa yg paling banyak menggunakan internet di kampus itu anak komunikasi,dan kami ngerti cara penggunaan internet
Post a Comment
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)