Monday, February 20, 2012

Jangan Anggap Saya Ngelantur !!!

Pembicaraan dari hati ke hati dengan seorang teman membuatku sadar akan suatu kondisi bagaimana orang-orang memandangku, menilai dan menanggapi segala gerik kelakuanku. Walauapun penilaianku ini terlewat subjektif dan sangat spekulatif, tapi saya harus tetap melakukan spekulasi ini, karena pandangan, penilaian dan respon orang terhadapku sangatlah penting.

Saya takut dianggap tukang ngelantur, heboh dalam memaparkan ide dan kelewat batas membuat poin capaian. Saya takut segala omongan dianggap kata-kata yang mati, tak bersayap sehingga tak bisa berpindah; dari warung kopi berlari jauh hingga ke sebuah istana. Saya takut dianggap pembual. Saya takut teman-teman di sekelilingku tidak sadar siapa yang ada di sisinya dan tak pernah berfikir untuk menjadi teman seorang "Raksasa", atau paling tidak teman dari seorang yang tidak hanya sekedar miskin.

Kebuntuan nasibku sepertinya tersandung pada kenyataan yang seperti ini. Orang-orang terdekatkulah yang menghalangi jalanku menuju target yang kuinginkan, susahnya karena teman-teman yang kuharap menjadi pejuang untuk medan yang sama berfikir pesimis bahwa kata pasti lebih sembrono dibandingkan kerja. Kata bisa sampai ke langit tingkat ke tujuh, tapi kaki akan tetap berpijak di bumi.

Jika di pikiran mereka sudah takut untuk berjuang melakukan perubahan, bekerja keras untuk kesuksesan orang dalam jumlah yang besar, lebih banyak daripada statistika angka. Maka tak ada lagi harapan untuk maju, disanalah kata-kata KEBEBASAN bersarang. Kesejahteraan dan hidup bahagia tidak lagi sebuah kenyataan, hanya ide bahkan sugesti semata.

Saya malah lebih takut jika kata MERDEKA hanyalah media yang digunakan untuk membangun citra, sebatas citra. Dia tidak akan lebih dari sekadar fonem untuk mengekspresikan dunia pada dimensi lain yang tidak bisa mewujud pada kehidupan nyata, kehidupan yang nyata sepenuhnya untuk konteks manusia dimana dia hidup sekarang ini, betul-betul sekarang ini.

Perlu diketahui, mana kata yang "bersayap" dan mana kata yang hanya benda mati. Sampai saat ini, yang kupahami dan yang kupegang teguh: sebuah kata merepresentasikan sebuah kenyataan, sehingga alat untuk mengukur suatu kenyataan, atau "ADA" adalah katanya, sehingga ketika kata untuk sebuah kenyataan ada, walaupun secara eksperimental kita tidak pernah mengalaminya, dia tetap ada; bukan di mulut, bukan di akal pikiran, bukan pada imajinasi, tetapi di dunia.

Aih, saya takut orang-orang di sekitarku, teman-temanku masih menganggapku membual, masih menganggap mulutku ini punya otak untuk membangun imajinasinya sendiri. Tidak kawan, kuingin dapat kepercayaan dari kalian semua, bahwa sebetapa tidak seriusnya wajah saya dalam berkata-kata pasti kata itu akan hidup, pasti bersayap, dengannya kita akan sampai pada kata itu bersama-sama.

Saya tidak mau terus-terusan menjadi pecundang. Walaupun sekarang ini saya hidup sangat miskin sehingga kelihatannya tidak pantas menggapai target-target besar yang didorong oleh modal materi (uang) yang besar, saya masih tetap teguh untuk mengejar mimpiku: Hidup dan berjuang untuk orang banyak.

Sesungguhnya, untuk hidup dan berjuang demi kehidupan sendiri (pribadi) atau untuk keluarga; kaki, tangan, mulut, mata, dll tidaklah berguna. Kita bisa hidup cukup dengan perut dan kelamin saja. Tapi karena kita punya kaki untuk berjalan dan berpapasan dengan banyak orang, kita punya tangan untuk saling berjabak, kita punya mata dan otak untuk saling menatap dan mengingat rupa, kita punya mulut dan pikiran untuk saling berbagi, kita punya hati untuk saling mencinta, kita punya hidup untuk saling memahami muasal, kita punya telinga untuk saling mendengar jeritan, kita punya perut untuk saling berbagi koleksi dapur, kita punya kelamin untuk meramaikan dunia; agar kita bisa memberikan kesempatan untuk calon generasi berikutnya menikmati dunia yang telah kita pijak dan "hancurkan" sebelumnya. Kita punya kata-kata untuk saling percaya bahwa kita punya masa depan yang gemilang, bukan untuk kita semata, tapi untuk kita dan mereka. Semesta!

Tapi, saya terus saja takut, ahhhh jangan sampai catatan ini hanya dianggap sebagai bualan saja, dia hanya menjadi pemantik sekali dan setelah itu mati.

Jika perlu, kawan. Saya akan datang lagi kepadamu untuk memperkenalkan diriku: Ahmad Husain, anak seorang petani !!!

0 komentar:

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger