Thursday, March 22, 2012

Hari Air Sedunia; Bumi Haus Air, Katanya.

Manfaatkan air sebaik mungkin yuk !!!
Tulisan ini terinspirasi dari tulisan Hefni Effendi, Dosen Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, PIK-ITB, yang diterbitka di Kompas bertepatan dengan peringatan hari air sedunia, 22 Maret.

Selain tergugah oleh opini tersebut, (Dibandingkan tulisan opini lainnya seperti Khalisah Khalid yang menulis tentang “Menggugat Hak atas Air”, diterbitkan di Kompas pada edisi yang sama), sebelumnya saya pernah membaca suatu catatan yang menyentil kesadaran bahwa bertahun-tahun kedepan, air untuk konsumsi akan sangat sulit ditemukan, sehingga wajah manusia yang berumur 20 tahun akan sama dengan wajah kakek-nenek yang berumur tiga kali lipat lebih tua, hal tersebut karena manusia sangat jarang minum atau unsure air dalam dirinya sangat sedikit.

Ketergugahan saya akan tulisan Hefni Effendi berjudul “Bumi Haus Air” ini dikarenakan penyampaian datanya yang semakin menegaskan bahwa sentilan yang pernah kubaca sebelumnya itu menjadi suatu ancaman, beberapa generasi mendatang wajib beradaptasi; hidup dengan minimnya ketersediaan air.

“Bagaimana mungkin bumi haus air? Bukankan pada penampakan citra satelit, bumi ini diselimuti air?”. Tulisan Hefni, mencoba membantai tulisannya sendiri lalu kemudian menjawabnya perlahan. “Betul, tetapi 97,3 persen berupa air laut dan sisanya, kurang dari tiga persen, adalah air tawar”.

Membaca lead tulisan itu saja, saya sendiri melai membagun refleksi, sebegitu sedikitkah air tawar yang tersedia untuk kehidupan kita? Saya teringat kembali pengalaman sejak melakukan pendampingan terhadap peternak sapi perah di desa Waturejo, Ngantang, kabupaten Malang. Betapa ketersediaan air menjadi keluhan para peternak secara khusus. Kebutuhan air sebenarnya tidak sepenuhnya untuk konsumsi, misalnya keperluan minum, memasak atau urusan MCK. Akan tetapi kebutuhan produksi, misalnya pengairan lahan rumput gajah, kebersihan ternak dan kandangnya, dll.



Persoalan kebutuhan air, FAO Water di tahun 2012 menunjukkan bahwa, segelas susu membutuhkan 200 liter air, sepotong irisan roti secara merata membutuhkan 40 liter air, sebutir telur membutuhkan 135 liter air, sebiji tomat membutuhkan 13 liter air. Luar biasa!

Nah, sekarang mari kita bedah lagi, sekitar 2,7 persen air tawar yang tersedia di bumi, 2,1 persen masih dalam bentuk salju di dua kutub. Sementara air yang dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan produksi hanya 0,5 persen yaitu air yang menempati danau, sungai maupun air tanah. Sementara untuk kebutuhan konsumsi manusia tentu saja semakin kecil yakni 0,003 persen saja.

Sepuluh tahun yang lalu, keprihatinan akan semakin kurangnya ketersediaan air untuk konsumsi manusia sudah mulai dibicarakan, bahkan menjadi rekomendasi pada KTT Bumi pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Dalam Konferensi tersebut, upaya global untuk mengkompromikan kepentingan pembangunan dan lingkungan (developmentalist and environmentalist) dituangkan dalam komitmen yang mengikat (legally binding). Adapun komitmen yang mengikat itu adalah;
  1. Konvensi keanekaragaman hayati (Convention on biological diversity)
  2. Konvensi kerangka PBB tentang perubahan iklim (United nation framework convention on climate change).
  3. Konventi tentang mengatasi degradasi lahan (convention to combat desertification.

Penetapan hari air sedunia dilakukan setahun setelah KTT bumi di Rio de Janeiro tersebut dilaksanakan. Untuk tahun ini, tema peringatan hari air sedunia adalah “Air dan Ketahanan Pangan”.

Tentu beberapa data tersebut di atas masih membutuhkan penerjemahan, kita butuh melihat lingkungan di sekeliling kita, syur jika kita hidup di daerah dengan jumlah ketersediaan air bersih yang memadai, namun bagaimana jika sebaliknya?.

Air sungai yang tercemar di kota besar menjadi salah satu masalah yang belum tuntas

Perlu ada kesadaran global dan tindakan yang sifatnya lokalistik (think globaly, act localy), misalnya membudayakan hemat air dalam lingkungan keluarga dan mengajar orang-orang disekitar untuk lebih memperhatikan kebersihan lingkungan yang tentu saja berdampak pada tersedianya air bersih.

Secara lebih rinci untuk mengatasi krisis air bersih paya penyelamatan lingkungan, termasuk di antaranya penyelamatan sumber-sumber air, harus dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan. Upaya penyelamatan lingkungan demi mengatasi krisis air bersih dapat dilakukan melalui:
  • Menggalakkan gerakan hemat air.
  • Menggalakkan gerakan menanam pohon seperti one man one tree (selama daur hidupnya pohon mampu menghasilkan 250 galon air).
  • Konservasi lahan, pelestarian hutan dan daerah aliran sungai (DAS).
  • Pembangunan tempat penampungan air hujan seperti situ, embung, dan waduk sehingga airnya bisa dimanfaatkan saat musim kemarau.
  • Mencegah seminimal mungkin air hujan terbuang ke laut dengan membuat sumur resapan air atau lubang resapan biopori.
  • Mengurangi pencemaran air baik oleh limbah rumah tangga, industri, pertanian maupun pertambangan.
  • Pengembangan teknologi desalinasi untuk mengolah air asin (laut) menjadi air tawar.

0 komentar:

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger