Politik Citra lewat buku sekolah | Sumber gambar: arsip.monitorindonesia.com |
Dalam hal ini, politik sebagai permainan tanda benar-benar telah mengubah watak kehidupan politik dalam masyarakat mutakhir. Pertarungan politik lebih banyak sebagai pertarungan citra di ruang publik. Kerja politisi menjadi lebih banyak berurusan dengan kerja memperbaiki “penampakan luar” atau “presentasi diri”.
Inilah era politik citra. Bagi Yasraf Amir Piliang (2006), kata “citra” kini juga merujuk ke suatu kesan publik yang dibentuk dan difabrikasi (dibuat-buat), yang diciptakan dengan bantuan teknik visual. Di dalam dunia politik abad citra, orang lebih banyak melihat ketimbang berpikir. Aktivitas melihat mendominasi kehidupan politik, ketimbang aktivitas memikirkan. Dunia kesadaran politik lebih didominasi durasinya oleh kesadaran melihat citra, gambar, tayangan dan informasi politik, ketimbang durasi berpikir, merenung atau refleksi tentang makna politik itu. Kesadaran yang melihat (menonton, mendengar, menyaksikan) disebabkan bentuk pembingkaian pikiran oleh mekanisme (teknologis) dari apa yang dilihat, telah membingkai manusia menjadi sekadar melihat dan menyembunyikan kesempatan untuk berpikir (terhadap apa yang dilihat).
Di dalam abad informasi, sebagaimana pandangan Sontag (2003), citra fotografis (foto, televisi, internet) bukanlah citra cermin yang telanjang dari realitas. Ia selalu citra yang dipilih seseorang untuk suatu maksud dan tujuan tertentu. Mengambil foto berarti membingkai, dan membingkai sekaligus berarti meminggirkan. Meminggirkan berarti menyembunyikan realitas atau kebenaran lain dan mereduksinya sebagai realitas dan kebenaran yang dikonstruksi dalam dunia citra.
Kini komunikasi politik elite lebih menggunakan strategi komunikasi politik berorientasi massa (mass poitical communication), yang bersifat emosional ketimbang menggunakan strategi komunikasi politik yang berorientasi warga (civil poitical communication) yang lebih rasional. Karena itulah politik di era mediasi menggunakan trik, manajemen dan bahkan manipulasi citra untuk membentuk persepsi publik atas suatu isu.
Iklan politik lebih berorientasi citra (image-oriented), daripada berorientasi persoalan (issue oriented). Citra lebih penting dari substansi. Citra telah menggantikan pengalaman dan wacana sebagai cara untuk memahami dunia sosial. Kini kita hidup dalam dunia citra yang spektakuler dan menakjubkan.
Sebuah citra dapat menjual sabun, tisu toilet, selebriti, politisi atau partai politik. Para politisi dipasarkan layaknya sabun mandi. Citra telah menjadi lebih menarik daripada yang asli, bahkan telah menjadi yang asli itu sendiri. Iklan mendorong pengharapan yang berlebihan oleh karena ia lebih dramatis dan hidup dari realitas itu sendiri. Realitas tidak bisa cocok dengan citra. Iklan menyajikan citra-citra dan kemudian membu`tnya tampak seperti yang sesungguhnya.
Sampai kapan, citramu bertahan dalam politik? |
Politik Citra dan Kesadaran Kritis Politik sebagai bisnis pertunjukan bersandar sepenuhnya pada budaya visual. Semua karya visual bisa dibaca sebagai teks yang menawarkan berbagai rentang ruang penafsiran. Publik tidak terlibat dalam pembentukan citra itu, dan mereka juga tidak didorong untuk berkomunikasi tentang citra itu. Itulah sebabnya penting untuk mendiskusikan citra dan kebenarannya guna mendorong mereka menjadi konsumen citra berita yang kritis.
Catatan :
Postingan ini adalah tulisan Hadisaputra berjudul "Gizi Buruk & Politik Citra" yang diterbitkan melalui blognya: catatan-hadi.blogspot.com
0 komentar:
Post a Comment
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)