Menuju Munas, menuju pengembangan organisasi. |
Jika sedikit mengintip kembali bagaimana IKAMI Sulsel secara struktural berkembang nyaris ke seluruh pelosok nusantara, hal ini akan menjadi potensi untuk kegiatan memperkenalkan kebudayaan Sulsel dan meningkatkan pendapatan ekonomi daerah. Lihat saja berapa banyak cabang-cabang IKAMI Sulsel yang tersebar dari kepualauan Sumatra hingga Papua.
Sebagai sebuah organisasi dengan semangat kekeluargaan yang telah berumur setengah abad, pondasi-pondasi keorganisasiannya tentu saja sudah kuat untuk memantapkan sebuah proyek besar. Pos Budaya pada taraf awal perlu dikampanyekan sebagai sebuah spirit, bukan hanya dorongan untuk memperkenalkan budaya kampong halaman, tetapi sebuah usaha mengembangkan kampong halaman dari luar.
Forum silaturahmi yang dikemas dalam kegiatan Musyawarah Nasional yang akan dilangsungkan di Yogyakarta beberapa saat lagi perlu menjadi ajang dimana Pos Budaya diperhatikan oleh segenap mahasiswa/pelajar yang merantau di berbagai daerah dan tergabung dalam sebuah semangat persaudaraan IKAMI Sulsel.
Apa itu Pos Budaya
Atas dasar keinginan untuk mengembangkan organisasi, sekaligus memberikan kontribusi terhadap perkembangan kampong halaman (Sulsel), pos budaya dirancang sebagai sebuah gerakan kebudayaan yang dimotori oleh para mahasiswa/pelajar yang merantau. Mereka ini kemudian menjadi corong dengan berperan sebagai duta atau diva kebudayaan Sulsel.
Perlu diketahui, bahwa ketika meninggalkan kampong halaman, seseorang tidak hanya meninggalkan akar
kebudayaan yang membentuk kepribadiannya. Melainkan membawanya ikut serta sebagai bekal dasar untuk bergaul dan beradaptasi dengan kebudayaan dimana dia merantau. Interaksi simbolik dua kebudayaan (budaya pendatang dan budaya lokal) menjadi ajang dimana budaya Sulsel berkesempatan untuk dikenali.
Persoalannya hanyalah, tidak ada suatu kesepahaman dan kegiatan organisasi dimana IKAMI Sulsel lah yang menjadi promotornya dengan mengajar para anggotanya untuk bangga dan bersemangat mempromosikan kebudayaannya.
Pos Budaya dan Kekuatannya dalam Pengembangan Sulsel
Visi pos budaya yang diusung sebagai sebuah cita pengembangan bukan serta merta sebuah ide yang bias, dimana konsep, strategi dan pelaksanaannya kacau balau. Hanya saja pos budaya seakan meminta tumbal, dimana realisasi visi atau semangat ini perlu dikawal oleh orang-orang yang memiliki ghirah dan energi yang besar.
Maka, ajang Munas IKAMI Sulsel adalah pintu gerbang dimana Pos Budaya ini masuk menelisik ruang kalbu. Sosok pemimpin yang cendekia yang telah lama bergumul dalam IKAMI Sulsel di Malang, menjadi personalia yang potensial untuk semangat pengembangan Sulsel dengan platform Pos Budaya.
Dalam kerja pengembangan Sulsel, Pos Budaya memiliki kekuatan yang berdampak dari segi ekonomi. Jika diperhatikan, mahasiswa/pelajar rantau memiliki kecenderungan membawa pulang oleh-oleh dari tanah rantau ke kampong halaman, belum lagi keluarga yang “nitip” beberapa produk dalam jumlah tertentu untuk dikonsumsi di kampong halaman, atau malah dijual ulang sebagai suatu prospek bisnis disana.
Logika seperti ini sepertinya harus dibalik, dimana dengan sumber daya alam dan beragam kerajinan Sulsel perlu dipromosikan dengan membawanya ke negeri rantau, baik sebagai oleh-oleh maupun dibukakan jalan menjadi sarana bisnis. Dengan ini, sector perekonomian daerah dapat digenjot.
Dari Malang ke Jakarta untuk Membangun Kampung Halaman
Beberapa tulisan yang lalu mungkin sudah menunjukkan bagaimana sosok pemimpin yang diidamkan perlu memperbaiki kondisi-kondisi negative yang dialami oleh IKAMI Sulsel. IKAMI Sulsel cabang Malang dengan kontribusi yang luar biasa tak ingin membiarkan IKAMI Sulsel berjalan stagnan tanpa efek yang bombastic sebagai sebuah “rumah” bagi para perantau.
Kita terlalu besar untuk melakukan hal-hal kecil. Oleh karena itu, perlu adanya suatu keyakinan untuk suatu pengembangan, bukan sekedar perubahan. Sekiranya ini bukanlah janji, melainkan sebuah pengharapan akan suatu cita, dimana perahu IKAMI Sulsel tidak hanya digunakan untuk mengembangkan kampong orang lain dimana oraganisasi ini hadir.
Malang merupakan starting poin yang baik untuk berproses di Jakarta, menyatukan semangat dan kerja keras dan secara massif mengembangkan kampong halaman dengan spirit Pos Budaya.
Mari, mengantar Shadikin ke Jakarta!
1 komentar:
Sepertinya koq rancunya yah istilah Mengantar Shadikin ke Jakarta?? Apa dia nggak bisa pergi sendiri..huehe :D
Post a Comment
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)