Judul asli Makalah: TELEVISION FICTION AND WOMEN FANTACY: Perempuan dan Opera Sabun*
Salah satu kajian jurnalisme televisi yang amat menarik perhatian dalam tahun-tahun 70-an akhir dan awal 80-an, adalah kajian yang menyorot tampilnya opera sabun sebagai program andalan saluran televise di berbagai negara. Meski program berita menjadi arena yang kentara bagi kepentingan politis dan ideologis, namun serial Cultural Studies banyak memberi perhatian pada jurnalisme televisi popular dengan game show, musical show, variety show, soap opera dan lain sebagainya. Dan biasanya, program jenis ini dikait-kaitkan dengan perempuan.
Serial opera sabun umumnya menampilkan tema-tema seputar hubungan interpersonal: perkawinan, perselingkuhan, perceraian, jalinan baru, intrik warisan keluarga, balas dendam dan sebagainya. Karena opera sabun menekankan kepada wilayah personal, maka konteks keluarga membentuk arena di mana kebanyakan tokoh yang ada di dalam cerita menjalankan peran-perannya. Kondisi ideal dalam keluarga yang diimajinasikan ditandai dengan percekcokan, perselingkuhan, penindasan, kebohongan, menjadi bagian penting dalam opera sabun.
Fokus kajian tentang representasi perempuan telah diupayakan oleh sejumlah penulis feminisme terhadap opera sabun, karena sering dikatakan bahwa opera sabun merupakan ruang di mana motivasi perempuan disahkan dan dirayakan. Menurut Ang, tema sentral opera sabun memang cocok dengan persoalan perempuan yang lebih konsens terhadap wilayah domestik. Sehingga opera sabun merupakan ruang di mana perhatian dan sudut pandang perempuan ditegaskan, dan menjadi arena perempuan bersenang-senang.
Opera sabun memanfaatkan berbagai tokoh perempuan yang kuat dan berpikir independen. Tapi kendati ruang privat bisa saja dirayakan, perempuan kerapkali terpenjara. Misal, perempuan yang mandiri secara finansial dalam opera sabun adalah fenomena baru, dan amat terbatas. Lebih dari itu, ditampilkannya keglamoran dan penampakan fisik perempuan untuk memperindah pemandangan dalam opera sabun, menuai kritik yakni representasi perempuan hanyalah untuk tatapan mata laki-laki. Perempuan kadang tampak kuat dalam cerita opera sabun, namun kekuatan itu hanya diletakkan pada pelayanan terhadap keluarga dan laki-laki yang ada di dalamnya.
Penekanan pada keluarga dalam opera sabun bisa mengarah kepada penyingkiran atau penghirauan secara umum isu-isu yang berkembang dalam ruang publik. Implikasi ideologis hal ini adalah bahwa hubungan interpersonal dan hubungan keluarga cenderung dianggap lebih penting ketimbang isu sosial dan isu struktural yang mencakup kehidupan lebih luas. Seolah, jika kita bahagia di dalam keluarga, tidak ada lagi persoalan dalam kehidupan manusia. Padahal ”di luar sana”, persoalan bencana alam, pengangguran, pelayanan kesehatan masyarakat dan persoalan publik lainnya tetap tak terselesaikan.
Dalam menonton tayangan-tayangan fiksi, perempuan bukanlah audiens yang pasif melainkan cenderung aktif, dalam arti mereka melakukan produksi atau reproduksi makna-makna beberapa aspek cerita dalam opera sabun. Meski cerita-cerita itu fiksi, mereka mampu menghubungkan cerita rekaan itu dengan cerita dalam kehidupan nyata. Mereka memaknai bahwa cerita opera sabun merefleksikan kehidupan nyata (real). Dalam studinya terhadap penonton serial Dallas, Ang menemukan adanya proses selektif yang berlangsung dalam aktivitas menonton serial ini, yang melintas dari pembacaan teks secara denotatif hingga konotatif, dan merangkai pemahaman akan diri (sang penonton) di dalam dan di luar narasi (cerita dalam Dallas).
Seperti diutarakan subyek penelitian: ”tahukah anda kenapa saya suka menontonnya? Saya kira lantaran masalah dan intrik-intriknya, yang juga terjadi dalam kehidupan kita. Dalam kehidupan nyata, saya kenal orang jahat macam J.R. (tokoh dalam Dallas), walau ia orang biasa (J.R. pengusaha kaya)”. Kemampuan penonton untuk menghubungkan ”kehidupan kita” dengan kehidupan ”milyarder Texas” ini menjadikan program itu layak disebut beraliran ”realisme emosional”. Subyek penelitian lainnya mengatakan, ”kadang saya sungguh menikmati saat-saat menangis ketika menonton. Dengan cara ini, emosi saya yang lainnya, seperti menemukan jalan keluar”. Pemirsa yang ”melarikan diri” dengan cara ini tak banyak sibuk dengan ”penyangkalan terhadap realitas saat bermain bersama (dalam cerita)”. Dalam permainan itu, suatu partisipasi imajiner dalam dunia fiksional dialami sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Menurut Ang, imajinasi melodramatik yang berkembang dalam menonton Dallas menghidupkan apa yang dipahami dalam teks sebagai struktur perasaan yang tragis, yang pada gilirannya menghasilkan kesenangan terhadap realisme emosional. Ketika imajinasi melodramatik pada praktiknya adalah sebuah ”formasi pembacaan”, maka tak semua pemirsa mengambil posisi pembacaan dengan cara ini. Sikap aktif penonton dalam memproduksi makna teks memungkinkan macam-macam formasi pembacaan bisa berkembang, turut dipengaruhi oleh konteks pengalaman masing-masing penonton. Para penonton perempuan dengan pengalaman hubungan personal dan pengalaman di wilayah domestik masing-masing, mengartikulasikan kisah opera sabun dan program-program fiksi lainnya, bisa berbeda antara satu dengan lainnya.
*Makalah/ bacaan Mahasiswa pada mata kuliah Riset Audiens (Jurnalistik), dosen: Pak Farid Rusman
Note: Semoga postingannya bermanfaat buat jadi bahan bacaan. Salam Blogger Kampus Putih
Wednesday, January 25, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment
Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)