Monday, February 13, 2012

Catatan Hujan untuk Kesekian Kalinya


Lumpur akibat luapan air sungai
Tuhan dengan hujannya adalah bukti kasih sayang, dia menyiram bumi yang dahaga dengan kesegaran air laut yang disuling melalui langit. Namun, kasih sayang itu berbeda tipis dengan kemurkaan, kasih sayang tuhan hanyalah kemurkaan yang tertunda. Hari itu, entah hujan yang membasahi bumi ditujukan untuk membuktikan kasih sayang atau murka, yang jelas manusia-manusia yang sering melupakan tuhan bergembira ria.

Al-kautsar 58 adalah surga (Rumahku surgaku), baik bagi mahasiswa asal Sulsel maupun para maling yang selalu berhasil meraup keuntungan di rumah ini. Hari itu tak ada yang menyangka hujan lebat berbuah petaka bagi 4 kamar yang ditinggal penghuni aslinya, plus 1 ruang keluarga yang terlah banyak berjasa mengikat persaudaraan para perantau asal Sulsel di Malang.

Dengan deras, luapan air dari sungai yang melintasi Jl. Tlogo Al-Kautsar mengamuk, menyerang masuk ke dalam rumah tanpa ketuk pintu. Dalam hitungan detik, lantai berubin putih tergenang oleh air berwarna coklat yang kotor, tak sedikit kerugian yang disebabkannya: kasur, pakaian yang terserak di lantai, kardus dan isinya, dokumen organisasi, PC dan printer, bahkan Laptop menjadi korbannya.

Lorong Parmindo seketika menjadi sungai, air tidak mengalir seperti wanita bernama ayu yang jalan dengan lenggang dan tingkah yang kemayu, tanpa tawaran damai dia menjadi murid sungai Brantas yang membelah Kampus UMM. Beberapa orang keluar dari rumah, menghibahkan tubuhnya diguyur hujan yang tak bermata, mereka mencari selamat dengan menghalau air berwarna coklat masuk ke dalam rumah.

Kondisi rumah Al-Kautsar 58 begitu mengenaskan. Jika dia adalah manusia, pastilah matanya memerah karena marah. Berbeda dengan penghuninya, walaupun awalnya kebingungan dan sempat kesal, senyum sumringah akhirnya tersungging. Tanpa pikir panjang, hujan hari itu menjadi hiburan, mengubah mahasiswa perantau yang telah berumur lapuk menjadi kana-kanak yang tak kenal sakit akibat air hujan.

Lorong Parmindo yang menjadi sungai dadakan tidak lagi mengesalkan, namun menyenangkan. Sungai yang melintas sepanjang Jl. Tlogo Al-Kautsar tidak lagi menjadi cemoohan, beberapa mahasiswa terjun ke dalamnya dan menikmati luapannya. Ahhh, mirip dengan makna jalannya: Al-Kautsar, sungai itu seperti sungai di surga, dan airnya yang berwarna coklat bak susu yang mengalir disurga, mirip sekali dengan penggambaran surga di kitab suci sebagian besar mahasiswa yang ngekos di Al-Kautsar.

Sebut saja Fahri (bukan artisnya Ayat-ayat Cinta), Rikar, Taslim dan Riga, mereka adalah penghuni (surga) Al-Kautsar yang tak melewatkan momen yang menyenangkan ini, hujan bagi mereka adalah berkah, bukti bahwa kasih sayang tuhan datang kepada mereka siang itu.

Kamarnyaa fahri setelah evakuasi kasur dkk
"Biarmi kamarku korban, yang penting kita senang-senang dulu, selesaipi hujan baru dibersihkan rumah", ungkap Fahri setelah hujan deras berganti gerimis yang baik hati sementara keganasan luapan air mulai mengiba.

Tak banyak yang bisa menikmati hujan seperti anak-anak ini, batang pohon pisang yang beberapa waktu lalu ditebang pemiliknya digotong dan dijadikan mainan, sayang sekali hanya sebatang saja, andaikata ada beberapa, bermain sampan pasti menjadi permainan menarik bagi mereka dan tontonan yang memnggelikan bagi kami yang memilih menikmati hujan dengan cara lain, masing-masing.

Kasih sayang dan kemurkaan sang pencipta berbeda tipis, seharusnya hujan yang mengakibatkan meluapnya air sungai membuat mereka berkeluh hati dan berkesah semangat karena rumah menjadi kotor, sementara itu banyak barang yang nyaris jadi korban, belum lagi Arif yang beberapa menit sebelum hujan deras turun menyapu dan mengepel lantai hingga kinclong, kualitasnya dalam membersihkan lantai seperti pembantu kelas profesional yang tak diragukan lagi geriknya.

Dan itulah hujan, seperti air yang tumpah dari langit, dari telaga Al-Kautsar di surga pada tingkat tertentu. Dia menjadi sumber kebahagiaan bagi orang-orang dengan hati yang tenang, tidak memperdulikan kesulitan kondisi dan larut di dalamnya, toh dalam kekesalan, dalam kesulitan menjalani hidup, kita perlu perasaan senang dan bahagian, seperti hujan yang datang menyapa bumi dengan ikhlasnya.

Ini dia dokumentasinya :p:
Kondisi Rumah al-Kautsar yang digenangi luapan air sungai akibat hujan deras
Ucheng da Rikar berusaha menghalau air agar tidak masuk ke rumah.
Vina (Maya) Memanfaatkan momen dengan berpose.
Rikar dan Ucheng bekerjasama membuat jebakan, sapatau ada ikan didapat.
Fahri pura-pura kedinginan.
Rikar sang penakluk hujan. Persiapan audisi untuk bintang iklan Mijon.
Taslim menikmati hujan


Video: Melawan Arus:
Nantikan update videonya !!!

4 komentar:

ikadaengtene@gmail.com said...

Whew sampai segitunya.. Brati masih mending dirumah..kolamku meluap..ikannya kabur..jiah

Cheng Prudjung said...

@apel batu :: wkwkwkwk, makanya kolamnya dibuatn atap jala, biarpun airnyya meluap ikannya tetp aman :D

@K Bobby :: patenmi !!! hahaha

Puang Array said...

Lorong sempit itu bernama Parmindo...

nas saleh said...

hahahahahhaha..kuteringat beberapa tahun lalu..semoga kejadian mengamankan komputer namun buku2 dibiarkan tidK TERULANG, hancur bukuku saat itu dan sisa airnya masih melekat sampai sekarang dibuku ini

Post a Comment

Jangan lupa meninggalkan komentar ya.... (Tolong jgn berkomentar sebagai Anonymous)

 

Alternative Road Copyright © 2012 -- Template was edited by Cheng Prudjung -- Powered by Blogger